finnews.id – Pembubaran aksi massa di Lhokseumawe, Aceh, telah mengedepankan langkah persuasif dan dilakukan sesuai dengan aturan. Hal itu ditegaskan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah
Peristiwa tersebut bermula pada Kamis (25/12) pagi yang berlanjut hingga Jumat dini hari di Kota Lhokseumawe.
Saat itu sekelompok masyarakat berkumpul, berkonvoi dan melaksanakan aksi demo, dan sebagian mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM.
Aksi ini disertai teriakan yang berpotensi memancing reaksi publik serta mengganggu ketertiban umum, khususnya di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana.
Setelah menerima laporan, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran segera berkoordinasi dengan Polres Lhokseumawe dan bersama personel Korem 011/LW serta Kodim 0103/Aceh Utara mendatangi lokasi.
Aparat TNI–Polri mengutamakan langkah persuasif dengan menghimbau agar aksi dihentikan dan bendera diserahkan. Namun, karena imbauan tersebut tidak diindahkan, aparat melakukan pembubaran secara terukur dengan mengamankan bendera guna mencegah eskalasi situasi.
Dalam proses tersebut terjadi adu mulut, dan saat pemeriksaan terhadap salah satu orang dalam kelompok ditemukan satu pucuk senjata api jenis Colt M1911 beserta amunisi, magazine, dan senjata tajam.
Yang bersangkutan kemudian diamankan dan diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Larangan Pengibaran Bendera Bulan Bintang Sesuai Ketentuan Hukum
“TNI menegaskan bahwa pelarangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI,” kata Freddy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut juga telah diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, UU Nomor 24 Tahun 2009, serta PP Nomor 77 Tahun 2007.
TNI mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum diverifikasi kebenarannya.
“TNI menyayangkan beredarnya video/konten yang memuat narasi tidak benar dan mendiskreditkan institusi TNI. Informasi tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan dan berpotensi menyesatkan publik,” ujar Freddy.