finnews.id – Napster, platform berbagi musik jadul yang pernah mengubah industri musik digital, kembali berpindah tangan dengan harga mencapai Rp3,4 triliun.
Infinite Reality, sebuah perusahaan teknologi yang fokus pada dunia metaverse, resmi mengakuisisi Napster dengan tujuan mengintegrasikannya ke dalam ekosistem virtual interaktif.
Langkah ini memunculkan pertanyaan besar: apakah Napster mampu bangkit kembali di era digital saat ini?
Dengan dunia yang semakin berorientasi pada streaming musik legal, Infinite Reality tampaknya ingin memanfaatkan potensi Napster untuk membangun ruang interaktif bagi penggemar musik.
Strategi Infinite Reality untuk Napster
Sebagai perusahaan yang agresif dalam akuisisi, Infinite Reality memiliki visi menjadikan Napster sebagai platform yang lebih dari sekadar layanan streaming biasa.
Mereka berencana menghadirkan pengalaman musik yang lebih imersif dengan menghadirkan konser virtual, pesta mendengarkan lagu secara bersama, hingga menciptakan marketplace eksklusif bagi musisi untuk menjual merchandise mereka.
John Acunto, CEO Infinite Reality, menyatakan bahwa saat ini belum ada platform streaming musik yang benar-benar menghadirkan ruang interaktif bagi komunitas musik.
Dengan latar belakang Napster yang memiliki lisensi jutaan lagu, mereka yakin dapat mengubah cara orang berinteraksi dengan musik di dunia digital.
Perjalanan Panjang Napster Sejak 1999
Napster pertama kali diluncurkan pada 1999 dan langsung menjadi fenomena global karena memungkinkan pengguna berbagi musik secara bebas.
Namun, legalitas layanan ini dipertanyakan, hingga akhirnya harus menghadapi berbagai tuntutan hukum dari industri musik. Napster pun bangkrut pada 2001.
Namun, itu bukan akhir dari perjalanannya. Beberapa perusahaan, termasuk Roxio, Best Buy, dan Rhapsody, bergantian mengambil alih Napster dengan harapan mengubahnya menjadi layanan musik digital yang sah.
Pada 2022, konsorsium blockchain mencoba mengintegrasikan Napster dengan teknologi Web3 dan NFT, tetapi inisiatif tersebut gagal berkembang.
Kini, dengan akuisisi oleh Infinite Reality, Napster kembali memiliki peluang untuk menyesuaikan diri dengan tren digital terkini.
Integrasi dengan metaverse dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna yang menginginkan pengalaman musik yang lebih interaktif.
Masa Depan Napster di Era Metaverse
Transformasi Napster menjadi bagian dari metaverse bukanlah ide yang mustahil. VR dan dunia virtual semakin berkembang, dan banyak merek besar mulai melirik metaverse sebagai ruang baru untuk berinteraksi dengan konsumen.
Infinite Reality berambisi menciptakan pengalaman yang lebih mendalam, di mana penggemar musik bisa menghadiri konser secara virtual, menjelajahi dunia musik dalam lingkungan 3D, hingga terhubung langsung dengan artis favorit mereka.
Namun, tantangan besar tetap ada. Meski metaverse pernah menjadi tren besar, adopsinya masih terbilang lambat. Belum semua pengguna siap beralih ke pengalaman digital yang sepenuhnya imersif.
Selain itu, kompetitor seperti Spotify dan Apple Music masih mendominasi industri streaming musik dengan infrastruktur yang sudah matang.
Jika Infinite Reality mampu mengeksekusi rencananya dengan baik, Napster bisa menjadi platform musik revolusioner yang menghadirkan pengalaman unik bagi penggunanya.
Namun, jika tidak, akuisisi ini bisa menjadi satu lagi bab dalam perjalanan panjang Napster yang penuh pasang surut.
Kesimpulan
Napster, platform berbagi musik jadul yang dulu sempat menggebrak industri musik, kini memiliki peluang baru setelah diakuisisi oleh Infinite Reality.
Dengan strategi membangun ekosistem musik di metaverse, Napster bisa menjadi pionir dalam pengalaman musik digital yang lebih interaktif.
Namun, tantangan besar tetap menghadang, terutama dalam menarik pengguna dan bersaing dengan raksasa industri musik saat ini.
Apakah Napster bisa kembali berjaya atau hanya akan menjadi bagian dari sejarah yang terus berulang? Hanya waktu yang bisa menjawab.