Langkah-langkah preventif harus didorong, termasuk peningkatan transparansi anggaran, pengetatan proses perizinan, dan penerapan e-planning serta e-budgeting secara ketat untuk menutup celah mark-up anggaran.
Evaluasi sistem pemilihan, rekrutmen, dan pengawasan ini diharapkan menjadi langkah nyata pemerintah pusat untuk memutus mata rantai kasus korupsi yang telah mencoreng citra Provinsi Riau.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan kekecewaan atas pengulangan kasus di Riau. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mencatat bahwa ini adalah kali keempat Gubernur Riau harus berhadapan dengan hukum pidana korupsi.
“Ini adalah keprihatinan bagi kami, pertama, sudah empat kali ya ada empat gubernur yang ditangani terkait tindak pidana korupsi,” ungkap Asep Guntur.
Meskipun perkaranya berbeda-beda, pola korupsi berulang ini menjadi catatan serius. Pihak KPK berharap, kasus Abdul Wahid ini dapat menjadi pengingat keras dan kasus terakhir bagi pejabat di Riau.
“Kita berharap setop,” tambahnya.
Tiga mantan Gubernur Riau sebelum Abdul Wahid yang juga tersandung kasus korupsi adalah:
Saleh Djasit (terkait korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran pada tahun 2003).
Rusli Zainal (terkait suap proyek PON Riau 2012 dan perizinan kehutanan).
Annas Maamun (terkait suap alih fungsi hutan).
- Abdul Wahid
- Alasan Wamendagri evaluasi sistem pemilihan Riau
- bima arya
- Evaluasi Sistem Pemilihan Kepala Daerah
- Gubernur
- Headline
- Kasus korupsi empat Gubernur Riau
- Kemendagri
- Korupsi
- Korupsi Gubernur Riau
- KPK
- pencegahan korupsi
- Peran Kemendagri dalam pengawasan daerah
- Pilkada
- Riau
- tata kelola pemerintahan
- Wamendagri Bima Arya