finnews.id – Amnesty International Indonesia menilai pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh DPR merupakan langkah mundur yang mengkhawatirkan bagi perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menyebut proses penyusunan revisi ini tidak transparan dan nyaris tanpa melibatkan publik.
Menurut Wirya, draf revisi KUHAP baru diunggah ke situs DPR kurang dari 24 jam sebelum pengesahan, sehingga masyarakat sipil tidak memiliki kesempatan memberi masukan bermakna.
“Draf revisi KUHAP baru diunggah kurang dari 24 jam sebelum disahkan. Ini menyulitkan publik untuk memberikan masukan,” ujarnya dalam keterangan di laman amnesty.id, Rabu (19/11/2025).
Buka Ruang Penyalahgunaan Wewenang
Amnesty menilai sejumlah pasal dalam revisi KUHAP justru membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
Revisi ini juga dianggap melemahkan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena seseorang bisa saja ditetapkan sebagai tersangka tanpa jaminan pendampingan hukum yang memadai.
Wirya menyoroti kewenangan aparat untuk melakukan penangkapan dan penahanan tanpa izin pengadilan, yang menurutnya berpotensi mendorong tindakan sewenang-wenang.
“Kewenangan penangkapan dan penahanan tanpa izin pengadilan berpotensi memicu tindakan sewenang-wenang, seperti yang terjadi pada gelombang penangkapan massal pascademonstrasi Agustus 2025,” jelasnya.
Metode Investigasi Minim Kontrol Hakim
Amnesty juga mengkritik aturan mengenai pembelian terselubung, operasi penyamaran, hingga pengiriman di bawah pengawasan yang tidak membatasi jenis tindak pidana tertentu dan tidak disertai kontrol hakim.
Mereka menilai metode investigasi tersebut membuka peluang praktik penjebakan (entrapment), yang dapat merugikan warga.
Bahkan dalam revisi ini, seseorang bisa ditahan sejak tahap penyelidikan meski belum ada kepastian bahwa tindak pidana benar-benar terjadi. Amnesty menilai hal ini menempatkan aparat pada posisi yang terlalu dominan tanpa mekanisme pengawasan yang memadai.