Finnews.id – Wakil Ketua MK Saldi Isra menepis isu ketidaksahan jabatan Ketua MK Suhartoyo. Saldi menegaskan putusan PTUN hanya meminta perbaikan SK, bukan pembatalan proses pemilihan.
Pernyataan Kontroversial Ahli Hukum Tata Negara Disorot MK
Wacana mengenai keabsahan jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo kembali memanas setelah seorang ahli hukum tata negara, Muhammad Rullyandi, secara terbuka meminta sembilan hakim MK untuk mundur.
Rullyandi menganggap pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah secara konstitusional dan berlandaskan undang-undang.
Kritik Rullyandi bertumpu pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta pada Agustus 2024 lalu, yang mengabulkan gugatan mantan Ketua MK Anwar Usman.
Rullyandi bersikeras bahwa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) ini, menyusul pencabutan banding oleh Anwar, seharusnya memicu pengulangan proses pemilihan Ketua MK.
“Surat ini merupakan bentuk kritik bahwa kondisi di MK saat ini, pengangkatan Ketua MK, tidak melalui proses Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 huruf C ayat 4,” ujar Rullyandi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin 3 November 2025.
Dia menambahkan bahwa Surat Keputusan (SK) yang menjadi dasar jabatan Suhartoyo dianggap cacat hukum dan melanggar Undang-Undang MK.
Saldi Isra Tegaskan: Pemilihan Suhartoyo Sah secara Substansi
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, secara tegas menepis anggapan yang menyatakan jabatan Suhartoyo tidak sah. Saldi memberikan klarifikasi penting mengenai substansi putusan PTUN yang menjadi dasar kritik tersebut.
Saldi menekankan bahwa putusan PTUN tidak pernah menyatakan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak sah atau batal. Menurutnya, putusan tersebut hanya mengarahkan MK untuk melakukan perbaikan pada aspek administratif, khususnya penerbitan Surat Keputusan (SK).
“Putusan PTUN tidak pernah menyatakan pengangkatan Bapak Suhartoyo sebagai ketua tidak sah,” kata Saldi kepada awak media, Selasa 4 November 2025.
Dia menambahkan bahwa pemilihan Suhartoyo telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, MK menilai tidak ada aturan yang dilanggar dari proses pemilihan tersebut.