finnews.id – Sektor Bea dan Cukai di Indonesia dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di bawah Kementerian Keuangan.
Instansi ini berperan strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan negara melalui empat fungsi utama:
- Revenue Collector: Mengoptimalkan penerimaan negara melalui pemungutan Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai (termasuk rokok dan minuman beralkohol).
- Trade Facilitator: Memberikan fasilitas perdagangan, seperti sistem kepabeanan online dan penjaluran (jalur merah, kuning, hijau) untuk mempercepat arus ekspor-impor.
- Industrial Assistance: Mendukung industri dalam negeri melalui fasilitas fiskal, seperti Kawasan Berikat yang pada 2025 tercatat berkontribusi signifikan terhadap ekspor nasional.
- Community Protector: Melindungi masyarakat dengan mengawasi perbatasan dari penyelundupan barang ilegal, narkotika, dan barang berbahaya lainnya.
Penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai masih menunjukkan performa solid. Kementerian Keuangan mencatat setoran bea dan cukai mencapai Rp269,4 triliun hingga 30 November 2025, atau setara 89,3 persen dari target APBN.
“Berarti penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 4,5 persen (year-on-year/yoy),” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis.
Dari total tersebut, penerimaan cukai menyumbang Rp198,2 triliun atau 81,2 persen dari target APBN.
Yang menarik, meski produksi Cukai Hasil Tembakau (CHT) turun 2,4 persen (yoy), penerimaan cukai justru masih tumbuh 2,8 persen (yoy) dibandingkan tahun lalu.
Sementara itu, penerimaan bea keluar melonjak tajam hingga Rp26,3 triliun.
Angka ini setara 589 persen dari target APBN, atau tumbuh 52,2 persen (yoy). Lonjakan tersebut terutama didorong oleh kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO), peningkatan volume ekspor sawit, serta kebijakan ekspor konsentrat tembaga.
“Bea keluar ini sudah hampir enam kali lipat dari target APBN,” ujar Suahasil.
Di sisi lain, bea masuk tercatat sebesar Rp44,9 triliun atau 84,9 persen dari target APBN. Namun, kinerjanya terkontraksi 5,8 persen (yoy). Penurunan ini dipicu oleh turunnya tarif bea masuk sejumlah komoditas pangan serta pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang menekan tarif impor.