Finnews.id – Bencana alam yang melanda sebagian besar wilayah Sumatera dan menewaskan ratusan jiwa memicu kesadaran mendalam mengenai krisis lingkungan. Temuan kayu gelondongan besar yang hanyut bersama banjir telah membuka mata banyak pihak terhadap dugaan dampak pembalakan liar atau deforestasi di hulu sungai.
Merangkum keprihatinan tersebut, Pandawara Group, kelompok pemuda yang dikenal atas aksi bersih-bersih lingkungan, menginisiasi gerakan “Patungan Beli Hutan”.
Gerakan ini bertujuan untuk membeli atau mengamankan lahan hutan yang terancam dialihfungsikan menjadi lahan industri.
Tujuan Mulia di Balik Inisiasi Pandawara
Inisiasi ini, yang berawal dari ide yang disebut Pandawara sebagai “lamunan”, kini disambut serius oleh masyarakat luas dan kalangan selebritas.
Tujuan utama dari gerakan patungan beli hutan ini sangat strategis, meliputi:
Mencegah Deforestasi: Dana yang terkumpul akan digunakan untuk akuisisi atau pengamanan hak pengelolaan lahan agar hutan tidak ditebang dan diubah menjadi perkebunan atau tambang.
Melindungi Ekosistem: Hutan yang diamankan akan dijadikan kawasan konservasi guna melindungi keanekaragaman hayati, termasuk satwa endemik Sumatera.
Mitigasi Bencana: Menjaga tegakan pohon di hutan hulu dinilai sebagai langkah mitigasi bencana alam jangka panjang, berfungsi sebagai penahan air dan pencegah banjir bandang serta longsor.
Respons Cepat dari Kalangan Selebritas
Ajakan Pandawara ini segera mendapat respons positif, terutama dari figur publik. Selebritas papan atas seperti musisi Denny Caknan dan content creator Denny Sumargo (Densu) secara terbuka menyatakan kesiapan mereka untuk berpartisipasi.
Dilaporkan, kedua publik figur tersebut menyatakan komitmen untuk mengucurkan dana patungan awal sebesar Rp1,5 Miliar guna mendukung langkah awal Pandawara.
Kontribusi masif dari Denny Caknan dan Densu diharapkan mampu memicu donasi yang lebih luas dari masyarakat dan korporasi.
Inisiasi ini menjadi momentum penting bagi masyarakat sipil dalam mengambil langkah konkret untuk penyelamatan lingkungan, terutama setelah dampak nyata dari kerusakan hutan terlihat jelas pasca-bencana mematikan di Sumatera.