finnews.id – Ukraina tengah menyiapkan rencana perdamaian baru yang akan diajukan ke Amerika Serikat, dengan tujuan mencari solusi diplomatik tanpa harus menyerahkan wilayahnya kepada Rusia.
Presiden Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa ia tidak memiliki hak hukum maupun moral untuk menyerahkan tanah Ukraina, sekaligus menegaskan posisi tegas negara dalam menghadapi tekanan internasional.
Zelensky Tolak Konsesi Wilayah
Dalam pertemuan dengan para pemimpin Eropa dan NATO, Zelensky menekankan bahwa Rusia terus menuntut konsesi wilayah, termasuk wilayah Donbas dan kontrol sebagian PLTN Zaporizhzhia, namun Ukraina menolak menyerahkan apapun.
Ia menegaskan: “Kami tidak ingin menyerahkan wilayah, kami tidak memiliki hak hukum maupun moral untuk melakukannya.”
Presiden Ukraina juga menegaskan bahwa setiap perubahan batas wilayah hanya bisa dilakukan melalui referendum publik, sehingga menegaskan bahwa keputusan harus berpihak pada rakyat Ukraina.
Pendekatan ini menekankan prinsip kedaulatan dan hukum internasional, sekaligus menjadi landasan negosiasi baru dengan AS.
Revisi Rencana Perdamaian AS-Ukraina
Rencana awal yang berisi 28 poin dianggap terlalu menguntungkan Rusia dan ditolak oleh Kyiv serta sekutu Eropa. Rencana tersebut kemudian disederhanakan menjadi 20 poin, namun tidak ada kompromi terkait isu wilayah sensitif.
Zelensky menyebut beberapa isu paling krusial adalah kontrol atas Donbas dan pembagian energi dari PLTN Zaporizhzhia, yang merupakan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa.
Draft awal sempat mengusulkan penguasaan penuh Donbas oleh Rusia dan pembagian energi PLTN dengan Rusia, tetapi hal ini tidak diterima oleh Ukraina.
Dukungan Eropa dalam Negosiasi
Pertemuan darurat di Downing Street yang dihadiri Zelensky, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Kanselir Jerman Friedrich Merz menunjukkan solidaritas Eropa terhadap Ukraina. Pertemuan ini menegaskan bahwa dukungan internasional terhadap Ukraina sangat penting untuk menolak tekanan AS agar menerima konsesi wilayah.
Pemimpin Eropa menekankan perlunya perdamaian yang adil dan berkelanjutan, disertai jaminan keamanan yang kuat. Diskusi juga mencakup kemungkinan dukungan militer internasional, meski detail mengenai pengiriman pasukan atau bentuk bantuan lain masih menjadi perdebatan, khususnya antara negara-negara seperti Jerman, Italia, dan Inggris.