Penyelidikan kasus ini juga diamini oleh Plt. Penindakan dam Eksekusi, Asep Guntur Rahayu.
“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep kepada wartawan pada Senin, 27 Oktober 2025.
Asep tidak menjelaskan lebih rinci sejak kapan penyelidikan dimulai. Ia hanya menyebut proses tersebut dilakukan secara tertutup sebagaimana lazimnya tahap penyelidikan di KPK.
Adapun isu tersebut sempat disinggung mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dalam salah satu unggahan di kanal YouTube-nya, ia mengungkap adanya perbedaan mencolok dalam perhitungan biaya pembangunan kereta cepat per kilometer antara versi Indonesia dan China.
“Menurut pihak Indonesia, biaya per 1 kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS. Tapi di China sendiri hitungannya 17 sampai 18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat kan,” ujar Mahfud dalam video tersebut.
Mahfud juga menyoroti beban utang proyek Whoosh yang mencapai sekitar Rp4 triliun pada 2025.
Menurut dia, hal itu disebabkan perubahan skema pembiayaan dari tawaran Jepang dengan bunga 0,1 persen ke pinjaman dari China yang semula berbunga 2 persen dan kemudian naik menjadi 3,4 persen akibat pembengkakan biaya (cost overrun).
Meski demikian, biaya pembangunan Whoosh per kilometer yang mencapai Rp780 miliar disebut masih lebih rendah dibandingkan proyek MRT Jakarta yang menelan biaya sekitar Rp1,1 triliun per kilometer.
Kendati begitu, Mahfud tetap mendukung langkah penyelidikan dugaan mark up tersebut dan menilai transparansi diperlukan agar publik mendapat kejelasan soal penggunaan dana proyek.
Selain itu, Mahfud mendukung sikap Menteri Keuangan Purbaya yang menolak beban utang proyek Whoosh ditanggung melalui APBN.
Ia mendorong pemerintah mengambil kebijakan progresif agar beban utang proyek tidak semakin meningkat.
Ayu Novita (Disway)