Finnews.id – Kubu K.H. Yahya Cholil Qoumas mengklaim mayoritas fungsionaris PBNU menolak secara implisit wacana pemakzulan Ketua Umum dan memilih mematuhi seruan Forum Sesepuh dan Mustasyar NU yang mendesak penghentian konflik organisasi.
Klaim penolakan ini diperkuat dengan minimnya kehadiran dalam Rapat Pleno PBNU yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, pada Selasa (9/12) malam.
“Mayoritas pengurus tetap loyal kepada dawuh (petuah) kiai sepuh,” ujar Sekretaris Jenderal PBNU, Amin Said Husni, di Jakarta.
Rapat Pleno 9 Desember sedianya digelar sebagai tindak lanjut dari undangan 2 Desember yang memuat agenda penetapan Pejabat (Pj) Ketua Umum PBNU, tanpa melibatkan Ketua Umum aktif.
Namun, rapat ini dibayangi oleh seruan tegas dari Forum Sesepuh Tebuireng pada 6 Desember yang menyatakan bahwa keputusan Rapat Harian Syuriah untuk memakzulkan Ketua Umum tidak sah karena bertentangan dengan AD/ART NU.
Amin Said Husni mengungkapkan data yang mencolok terkait kehadiran rapat. Dari total 216 anggota pleno yang berhak hadir, hanya 58 orang yang datang.
“Artinya, lebih dari tiga perempat anggota memilih tidak datang, sebuah sinyal kuat bahwa langkah pemakzulan tidak mendapat dukungan luas di internal PBNU,” tegas Amin Said Husni.
Tingkat kehadiran yang hanya sekitar 26,8% ini jauh dari batas minimum kuorum yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan organisatoris penting.
Tokoh Penting Hadir di Tengah Boikot Mayoritas
Meskipun Rapat Pleno gagal mencapai kuorum karena mayoritas pengurus memilih absen, beberapa tokoh senior dan pejabat negara tetap hadir.
Tokoh yang Hadir:
- Rais Aam PBNU: Miftachul Akhyar
- Wakil Rais Aam: Zulfa Mustofa dan Afifudin Muhajir
- Rais Syuriah: M Nuh
- Wakil Rais PBNU/Ketum MUI: Anwar Iskandar
- Pejabat Negara: Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Kamaruddin Amin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Kehadiran jajaran Syuriah dan tokoh politik tersebut di tengah boikot terselubung oleh mayoritas fungsionaris Tanfidziyah, Lembaga, dan Banom, menggarisbawahi kompleksitas konflik kepemimpinan yang kini melanda tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut.