Ia menambahkan, “Kriteria penjatuhan hukuman mati bagi orang yang memberikan narkotika yang berakibat kematian atau kecacatan tidak memiliki batasan yang jelas dan semakin berpotensi mengkriminalisasi penggunaan narkotika.”
Pemerintah Isi Kekosongan Hukum, Masukan Diolah untuk Prolegnas 2026
Dalam rapat yang sama, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy Hiariej, memberikan penjelasan terkait masuknya pasal narkotika di dalam RUU Penyesuaian Pidana.
Menurut Wamenkumham, langkah ini dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum yang muncul setelah sejumlah pasal narkotika dicabut dalam KUHP baru, dengan harapan UU Narkotika selesai dibahas.
“Oleh karena itu, kami mengambil jalan pintas. Jalan pintasnya adalah, satu, mengembalikan pasal-pasal yang sudah dicabut dalam Undang-Undang KUHP itu dimasukkan kembali ke dalam Undang-Undang Penyesuaian Pidana supaya tidak ada kekosongan hukum,” sebut Eddy Hiariej.
Terkait desakan JRKN, Wamenkumham memastikan masukan tersebut akan dibahas lebih detail pada penyusunan undang-undang terkait narkotika. Undang-undang tersebut saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.
“Tetapi saya kira masukan ini, Bapak-Ibu, tanpa mengurangi rasa hormat, ini mungkin nanti kita akan berbicara detail di dalam penyusunan Undang-Undang Narkotika. Karena dia masuk Prolegnas 2026,” tuturnya.
Ia menyimpulkan bahwa masukan tersebut akan memperkaya dalam penyusunan Undang-Undang Narkotika.