finnews.id – Bagi banyak orang, memotong kuku di malam hari selalu dikaitkan dengan nasib buruk. “Potong kuku malam hari bawa sial” bukan sekadar pepatah, tetapi sebuah kepercayaan yang menempel kuat dalam budaya Indonesia. Cerita tentang bahaya memotong kuku saat gelap sering muncul dalam berbagai cerita rakyat, kitab Primbon Jawa, hingga pengingat dari orang tua kepada anak-anaknya.
Seiring waktu, mitos ini membentuk pola perilaku yang hampir tak tergantikan. Banyak keluarga masih menekankan untuk menunda kegiatan ini sampai pagi, karena diyakini bisa mengundang kesialan, memperpendek umur, atau bahkan menarik roh jahat. Anehnya, ketakutan ini tetap hidup meski lingkungan sekitar kini terang benderang dan alat potong kuku jauh lebih aman.
Namun, jika kita menelisik lebih dalam, akar kepercayaan ini ternyata lebih praktis daripada mistis. Pada zaman dahulu, lampu dan penerangan rumah terbatas. Memotong kuku di malam hari dengan cahaya remang bisa berisiko melukai diri sendiri. Dari perspektif itu, larangan ini bisa dimaknai sebagai peringatan keselamatan, bukan nasihat supranatural.
Asal Usul Mitos Potong Kuku Malam Hari
Masyarakat di berbagai negara memiliki versi masing-masing tentang larangan memotong kuku di malam hari. Di Indonesia, Primbon Jawa mencatat bahwa kegiatan ini bisa mendatangkan malapetaka. Sementara di beberapa budaya lain, larangan serupa muncul karena alasan praktis atau kepercayaan terhadap dunia gaib.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi berkembang dari kebutuhan sehari-hari menjadi kepercayaan turun-temurun. Bahkan ketika teknologi modern menyediakan cahaya terang dan alat yang aman, mitos tetap bertahan karena pengaruh budaya dan nilai-nilai keluarga.
Relevansi Mitos di Era Modern
Kini, di era modern, kepercayaan tentang “potong kuku malam hari bawa sial” mulai dipertanyakan. Banyak anak muda tidak lagi melihat malam sebagai waktu yang berbahaya untuk kegiatan sederhana seperti memotong kuku. Lampu LED dan alat potong kuku yang ergonomis membuat risiko kecelakaan hampir nihil.