Home Entertainment Film Pengepungan Bukit Duri: Distopia Sosial Joko Anwar yang Menelanjangi Luka Kolektif Bangsa
Entertainment

Film Pengepungan Bukit Duri: Distopia Sosial Joko Anwar yang Menelanjangi Luka Kolektif Bangsa

Bagikan
Film Pengepungan Bukit Duri
Film Pengepungan Bukit Duri
Bagikan

Sekolah, sebagai simbol harapan, berubah menjadi arena pertempuran penuh darah. Kekerasan ditampilkan secara gamblang dan terus-menerus, namun bukan tanpa alasan.

Film ini secara sadar menyuguhkan realitas keras sebagai bentuk kritik tajam terhadap negara, sistem pendidikan, dan masyarakat yang lebih memilih melupakan luka daripada menyembuhkannya.

Isu Sosial, Trauma Historis, dan Easter Egg Sinematik

Pengepungan di Bukit Duri tak hanya mengangkat isu kekerasan remaja dan pendidikan, tapi juga menyentuh luka lama yang belum sembuh: diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, serta trauma kerusuhan Mei 1998.

Joko bahkan menyisipkan detail simbolik seperti frekuensi radio 98.05 FM sebagai pengingat peristiwa kelam tersebut.

Meskipun Joko menyatakan bahwa film ini berdiri sendiri dan tidak berhubungan langsung dengan semesta film sebelumnya, banyak penonton menemukan easter egg yang mengaitkan film ini dengan karya-karya terdahulu.

Contohnya, tanggal rilis 17 April 2025 yang dianggap sebagai kelanjutan dari pola tanggal dalam Pengabdi Setan (17 April 1955, 1897, 1984), menjadi salah satu petunjuk menarik bagi para penggemar beratnya.

Cermin Buram yang Dipantulkan ke Muka Kita

Joko Anwar menyatakan bahwa film ini dibuat untuk orang-orang yang peduli terhadap situasi Indonesia.

Ia tak ingin menampilkan dunia ideal atau pesan moral klise, melainkan memaksa penonton untuk melihat realitas yang sering dihindari: sistem pendidikan yang gagal, negara yang abai, dan generasi muda yang tumbuh dalam warisan trauma dan kemarahan.

Alih-alih memberi harapan semu, film ini mengajak kita menatap langsung cermin buram bangsa: kekerasan yang diwariskan turun-temurun, diskriminasi yang dilembagakan, dan kebijakan yang lebih sering memilih diam.

Pengepungan di Bukit Duri menjadi semacam peringatan dini atas apa yang mungkin terjadi jika bangsa ini terus memilih untuk lupa.

Produksi dan Kolaborasi Internasional

Film ini juga mencetak sejarah sebagai kolaborasi pertama antara rumah produksi Indonesia dengan studio legendaris Hollywood, Amazon MGM Studios. Bersama Come and See Pictures, kolaborasi ini menjadi bukti bahwa sinema Indonesia bisa mengguncang panggung global dengan cerita yang kuat dan berani.

Bagikan
Artikel Terkait
Entertainment

Film ‘Esok Tanpa Ibu’ Tarik Kolaborator Asing

Sebelum ini, perannya dalam film berjudul “The Fox King” (2025), disutradarai Woo...

Entertainment

Densu Dukung Penggalangan Donasi Harus ada Izin

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Gus Ipul memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang...

Entertainment

Pendapatan Box Office Demon Slayer: Infinity Castle di China Meredup

finnews.id – Sejak awal penayangan Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba The Movie:...

Entertainment

Lisa Mariana Dukung Atalia Praratya Gugat Cerai Ridwan Kamil

finnews.id – Selebgram dan model Lisa Mariana ikut memberikan reaksi terkait kabar...