finnews.id – Kasus dugaan korupsi tambang bernilai fantastis di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, kembali mencuat ke permukaan. Setelah sempat dihentikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perkara yang menyeret nama mantan Bupati Konawe Utara kini resmi ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
Melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejagung tengah mendalami dugaan penyimpangan dalam pemberian izin pertambangan yang disinyalir merugikan keuangan negara hingga Rp2,7 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa praktik dugaan korupsi itu dilakukan melalui pemberian izin kepada sejumlah perusahaan tambang untuk beroperasi di wilayah yang semestinya dilindungi.
“Modusnya berupa pemberian izin pembukaan tambang yang masuk ke kawasan hutan lindung, dengan melibatkan kerja sama sejumlah instansi terkait,” kata Anang di Jakarta, Rabu.
Penyidikan perkara ini mulai bergulir sejak Agustus hingga September 2025. Dalam prosesnya, penyidik menduga kuat keterlibatan seorang mantan bupati di Konawe Utara yang saat itu memiliki kewenangan penuh dalam penerbitan izin pertambangan.
Sejumlah langkah hukum telah dilakukan. Penyidik Jampidsus memeriksa banyak saksi dan menggeledah berbagai lokasi strategis, baik di Konawe Utara maupun di Jakarta. Saat ini, kasus tersebut telah memasuki tahapan krusial, yakni penghitungan potensi kerugian keuangan negara.
“Beberapa saksi sudah diperiksa, dan sekarang prosesnya mengarah pada perhitungan kerugian negara,” ujar Anang.
Di sisi lain, KPK memastikan tidak lagi menangani perkara tersebut. Lembaga antirasuah itu telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penghentian penyidikan dilakukan karena penyidik tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk melanjutkan perkara ke tahap penuntutan.
“Setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan, tidak ditemukan kecukupan bukti. Oleh karena itu, KPK menerbitkan SP3 guna memberikan kepastian hukum,” jelas Budi.
Kasus ini sejatinya telah lama menjadi sorotan. Pada 4 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman (Bupati Konawe Utara periode 2007–2009 dan Bupati periode 2011–2016) sebagai tersangka.
Kala itu, KPK menduga Aswad menyebabkan kerugian negara sedikitnya Rp2,7 triliun. Kerugian tersebut diduga berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diperoleh melalui proses perizinan tambang yang melawan hukum dalam kurun waktu 2007–2014.
Kini, penanganan perkara beralih ke Kejaksaan Agung. Publik pun menanti langkah lanjutan aparat penegak hukum dalam mengungkap secara tuntas dugaan korupsi tambang bernilai triliunan rupiah yang selama ini membayangi Konawe Utara.