Finnews – Keputusan Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, menimbulkan respons beragam di publik. Menyikapi penetapan tersebut, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menegaskan bahwa gelar tersebut adalah sebuah kenyataan politik yang harus diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Jika sudah diresmikan oleh Presiden, itu bukan lagi pro-kontra. Sebelumnya memang pro-kontra,” kata Jusuf Kalla saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin 10 November 2025.
Sumbangan Ekonomi: JK Ungkit Angka Pertumbuhan Orde Baru
Dalam pernyataannya, JK mengakui bahwa Soeharto memiliki kekurangan. Namun, ia menekankan bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna dan menilai kontribusi Soeharto bagi negara jauh lebih besar daripada kekurangannya.
JK secara spesifik menyinggung sumbangsih Soeharto di sektor ekonomi. Ia mengingat masa kepemimpinan Soeharto, di mana pertumbuhan ekonomi nasional mampu mencapai angka 7 hingga 8 persen.
“Bahwa dia kekurangan, ya semua orang tahulah. Siapa sih yang sempurna? Kan tidak ada juga. Tapi beliau telah membawa negeri ini lebih baik,” ujar JK.
“Waktu zaman Soeharto pertumbuhan bisa sampai 7-8%. Sekarang setelah itu sulit dicapai. Jadi ini Pak Prabowo ingin mencapai, tapi kenyataannya sulit,” sambungnya.
Gus Dur dan Keseimbangan Amal Politik
Mengenai penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), JK menyambut baik keputusan tersebut. Ia menilai setiap tokoh besar memiliki peran pentingnya masing-masing bagi kemajuan bangsa.
JK menggunakan analogi agama untuk menjelaskan prinsip di balik penganugerahan ini. “Sama juga dalam agama, kalau Anda punya amal lebih banyak daripada dosa, ya Anda masuk surga. Ini sama juga, bahwa memang ada masalah [kekurangan], tapi lebih banyak sumbangannya kepada bangsa ini,” ungkapnya.
Pada peringatan Hari Pahlawan tahun ini, Presiden Prabowo Subianto menyerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh yang berasal dari berbagai latar belakang perjuangan, mulai dari politik, bersenjata, hukum, pendidikan Islam, hingga perjuangan buruh.