Catatan Dahlan Iskan

Kapal Prabowo

Bagikan
Bagikan

Oleh: Dahlan Iskan

Sungguh sempit ruang gerak Presiden Prabowo Subianto –di bidang ekonomi. Keinginan besarnya untuk memakmurkan negeri ini terserimpet kenyataan: utang negara sudah terlalu besar, ekonomi dunia menurun, kemampuan APBN kian terbatas, swasta lagi lesu, dan Anda bisa tambahkan apa lagi.

Kenyataan lain: pro-oligarki di masa lalu ternyata tidak membawa pertumbuhan ekonomi yang spektakuler. Tetap saja di sekitar 5 persen –meski itu sudah tergolong tinggi dibanding negara lain.

Sedih. Selama 10 tahun terakhir GDP per kapita kita ternyata berhenti di angka USD 5.000. Bahkan mundur jadi sekitar USD 4.500. Padahal untuk tidak masuk dalam jebakan pendapatan ”yang itu” tahun ini harusnya GDP per kapita kita sudah harus USD12.000.

Terlihat jelas Presiden Prabowo ingin mengubah jalan ekonomi kita. Yang lama terbukti kurang hebat. Ekonomi terlihat akan dibumikan ke bawah.

Misalnya lewat program Koperasi Merah Putih. Juga lewat disitanya kebun-kebun sawit milik perusahaan besar yang dianggap melanggar aturan. Lewat MBG.

Arah ekonomi terasa akan dibelokkan. Terpikir oleh saya apakah tepat membelokkan kapal di tengah cuaca seperti sekarang ini. Ekonomi kan lagi kena cuaca buruk.

Atau, jangan-jangan justru timing-nya sedang tepat: di saat cuaca jelek sekalian dimanfaatkan untuk banting stir.

Ketika masih aktif mengurus perusahaan dulu saya selalu pilih yang kedua: memanfaatkan situasi sulit untuk berubah. Itu lebih gampang untuk meyakinkan stakeholder. Punya alasan mengapa harus berubah.

Tapi sebuah perusahaan ibaratnya ”kapal” kecil. Indonesia adalah kapal yang sangat besar. Kapal besar sulit diajak belok mendadak. Kalau memang harus belok, tim kaptennya harus trengginas. Termasuk dalam menghitung risiko.

Dalam situasi sekarang ini risiko terbesar akan datang dari oligarki. Bukan dari rakyat. Oligarki bisa merasa terancam. Mereka bisa patah hati. Ekonomi bisa lebih lesu. Setidaknya untuk sementara.

Tentu akan ada masa oleng. Mual. Mabuk. Tapi tidak lama. Hanya selama masa transisi.

Bagikan
Artikel Terkait
Puisi Ayah
Catatan Dahlan Iskan

Puisi Ayah

Saya ikut menitikkan air mata saat puisi seorang ayah ini dibaca. Inilah...

Catatan Dahlan Iskan

Anwar Ali

INILAH smelter nikel pertama yang saya lewati setelah 30 menit meninggalkan bandara...

Catatan Dahlan Iskan

Sawit Atas

BEGITU mendarat di bandara Morowali, kemarin, saya disapa sesama penumpang dari Makassar....

Catatan Dahlan Iskan

Gula Semut  

LIMA pengusaha kecil anggota Hipmi Mojokerto saya minta naik panggung. Saya heran:...