finnews.id – Gelombang protes buruh terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, khususnya di DKI Jakarta, akhirnya mendapat respons langsung dari pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa UMP sejatinya merupakan batas upah terendah, bukan standar gaji ideal bagi seluruh pekerja.
Airlangga menyampaikan bahwa penetapan UMP 2026 telah melalui perhitungan matang dan menggunakan formulasi yang dinilai adil serta objektif.
Perhitungan tersebut mencakup tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi daerah, hingga penyesuaian indeks alfa yang tahun ini dinaikkan pemerintah.
“UMP itu kan upah minimum. Besarannya sudah diputuskan dengan formula yang jelas—inflasi ditambah indeks dikalikan pertumbuhan ekonomi di provinsi atau kabupaten masing-masing,” ujar Airlangga saat ditemui di Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan, Jumat (26/12/2025).
Pemerintah Klaim Formulasi Sudah Ideal
Menurut Airlangga, pemerintah telah menaikkan indeks alfa dalam formula UMP ke kisaran 0,5 hingga 0,9 persen sebagai bentuk keberpihakan terhadap pekerja, sekaligus untuk menjaga daya beli di tengah tekanan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Ia menilai, angka UMP yang ditetapkan saat ini sudah layak dijadikan patokan minimum agar pekerja tetap mampu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Tak Semua Daerah Bergaji UMP
Airlangga juga menekankan bahwa realitas di lapangan menunjukkan banyak pekerja, khususnya di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, menerima gaji di atas UMP.
“Di kawasan industri dan sektor-sektor tertentu, terutama yang padat modal, rata-rata upah pekerjanya memang sudah di atas UMP. Jadi tidak semua pekerja bergaji UMP,” jelasnya.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa UMP bukanlah batas atas, melainkan titik awal dalam struktur pengupahan.
UMP untuk Pekerja Baru, Bukan Senior
Lebih lanjut, Airlangga menegaskan bahwa UMP pada dasarnya ditujukan sebagai standar minimum bagi pekerja pemula atau fresh graduate. Sementara bagi pekerja berpengalaman, pemerintah mendorong dunia usaha menerapkan sistem pengupahan berbasis produktivitas.
“Ini standar minimal. Kami berharap dunia usaha mendorong pengupahan berbasis produktivitas, sehingga sejalan dengan kinerja dan kemampuan masing-masing perusahaan,” kata Airlangga.
Meski pemerintah mengklaim formulasi UMP sudah ideal, protes buruh masih terus bergulir. Serikat pekerja menilai besaran UMP 2026, terutama di Jakarta, belum sepenuhnya mencerminkan standar hidup layak.
Pemerintah pun membuka ruang dialog lanjutan agar kebijakan pengupahan tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha.