finnews.id – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menggelar Upacara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025 di lapangan upacara Kejati NTT, Selasa (9/12).
Upacara dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Roch Adi Wibowo, S.H., M.H., dan diikuti Wakajati NTT Teuku Rahmatsyah, S.H., M.H., M.Kn., Kajari Kota Kupang Shirley Manutede, S.H., M.Hum., serta seluruh Pejabat Utama dan pegawai Kejati NTT dan Kejari Kota Kupang.
Pada kesempatan itu, Kajati NTT membacakan amanat Jaksa Agung RI dalam memperingati Hakordia 2025 yang menegaskan kembali komitmen Kejaksaan untuk memperkuat perang terhadap korupsi sebagai kejahatan yang menggerogoti sendi kehidupan bangsa.
Ia menekankan bahwa Hakordia bukan seremoni belaka, melainkan momentum evaluasi nasional untuk memperkuat ekosistem antikorupsi.
“Korupsi adalah ancaman nyata terhadap kemanusiaan, pembangunan, dan masa depan generasi.
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penegakan hukum, tetapi syarat penting untuk mewujudkan kemakmuran rakyat,” tegasnya.
Kejaksaan RI tahun ini mengusung tema “Berantas Korupsi untuk Kemakmuran Rakyat”, yang menegaskan keterkaitan langsung antara perang melawan korupsi dan kesejahteraan publik.
Data Indonesian Corruption Watch (ICW) tahun 2024 mencatat potensi kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp279,9 triliun, angka yang menggambarkan besarnya dampak korupsi terhadap lambannya pembangunan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur.
Ia turut menyoroti pentingnya penindakan terarah pada sektor-sektor strategis, termasuk komoditas vital dan kejahatan korporasi yang menggerus perekonomian nasional.
Indonesia, dengan kekayaan nikel terbesar kedua di dunia lebih dari 18 miliar ton sumber daya dan 5,3 miliar ton cadangan menjadi arena rawan penyalahgunaan yang memerlukan pengawasan hukum yang kuat.
“Kejaksaan tidak hanya memenjarakan pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan kerugian negara sebagai modal pembangunan,” tegasnya.
Dengan diberlakukannya KUHP Nasional serta KUHAP baru pada tahun mendatang, Kejaksaan dituntut lebih adaptif menghadapi perubahan paradigma pemidanaan dan modernisasi peradilan pidana.
Dicabutnya beberapa pasal kunci dalam UU Tipikor juga menjadi tantangan yang harus dijawab dengan peningkatan kualitas SDM dan pembuktian hukum.
Kajati kembali menegaskan bahwa integritas internal adalah titik awal keberhasilan pemberantasan korupsi.
“Tidak mungkin kita memerangi korupsi apabila kita sendiri masih melakukan praktik yang bertentangan dengan nilai Tri Krama Adhyaksa.
Pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri sendiri,” ujarnya.
Aparat Kejaksaan diminta menjadi teladan etika publik, memastikan setiap tindakan penegakan hukum memberikan manfaat langsung kepada masyarakat melalui pemulihan aset, perbaikan tata kelola, dan rekomendasi sistem pencegahan.
Hakordia 2025 juga menjadi momentum penguatan jejaring kerja antikorupsi lintas sektor mulai dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat sipil.
“Pemberantasan korupsi bukan hanya kewajiban hukum, tetapi tanggung jawab moral untuk masa depan bangsa. Kita bekerja untuk Indonesia yang lebih bersih dan lebih sejahtera,” tegasnya.