Sekjen PDIP Menekankan Pentingnya Kekuatan Partai dalam Mencegah Korupsi
Finnews.id – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, secara terbuka mengungkapkan keputusannya untuk tidak menduduki jabatan publik di pemerintahan, melainkan memilih bekerja di lingkup partai. Hasto menceritakan bahwa dia sempat menolak tawaran posisi menteri sebanyak dua kali selama ini.
Hal tersebut disampaikan Hasto dalam ‘Seminar Nasional Refleksi Hari Anti Korupsi Sedunia’ yang diselenggarakan di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa 9 Desember 2025.
Hasto lantas mengungkit alasannya tidak ingin menjadi pejabat negara. Ia khawatir tidak akan tahan dengan godaan kekuasaan.
“Maka dari situlah saya berjanji saya nggak mau jadi pejabat negara. Takut nggak tahan godaan,” sambungnya.
Menurut Hasto, membangun institusi partai politik merupakan prioritas utamanya dan menjadi bagian dari dedikasi terhadap bangsa dan negara.
Mafia dan Kekuasaan: Pelajaran dari Tim Transisi 2014
Dalam pemaparannya, Hasto mengawali ceritanya dengan membahas perbincangan bersama Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2014 mengenai praktik mafia di Tanah Air. Saat itu, Hasto menjabat sebagai Deputi Transisi yang membawahi urusan migas dan APBN.
“Ini kalau mau memberantas korupsi, langkah-langkah skala prioritas utama,” ujar Hasto, mengulang sarannya kepada Jokowi.
Menariknya, Hasto kemudian menyampaikan hasil penyelidikannya terkait isu mafia yang sempat disinggung Jokowi ke publik. “Mohon maaf Bapak Presiden terpilih, setelah kami selidiki, ternyata mafia itu hanya ada apabila mendapatkan dukungan kekuasaan,” jawab Hasto saat itu.
Ia menekankan bahwa di republik ini, tidak mungkin ada mafia selama kekuasaan berpihak pada upaya-upaya pemberantasan korupsi dan selama hukum berkeadilan ditegakkan.
Membangun Sistem Partai Menjadi Prioritas Utama
Melihat berbagai persoalan tersebut, Hasto menilai tugasnya adalah mengawal dan melakukan pembenahan internal partai. Hasto percaya bahwa partai adalah soko guru (tiang utama) negara, sesuai pesan Presiden ke-1 RI Sukarno.