finnews.id – Liburan ke Maldives dahulu identik dengan wisata eksklusif. Selama bertahun-tahun, destinasi ini dianggap sebagai tempat liburan para miliarder, selebritas, atau pasangan bulan madu yang memilih vila di atas air dan layanan premium.
Namun dalam satu dekade terakhir, perubahan besar terjadi. Maldives kini mulai terjangkau dan lebih terbuka bagi lebih banyak kalangan.
Model Wisata Eksklusif di Masa Lalu
Pada masa awal perkembangan wisata, Maldives membangun citra lewat model one island, one resort. Setiap pulau tak berpenghuni disulap menjadi resort privat dengan fasilitas super premium.
Dengan sistem ini, wisatawan secara otomatis dipisahkan dari kehidupan masyarakat lokal dan menikmati liburan tertutup.
Akibatnya, biaya liburan menjadi sangat tinggi. Harga kamar resort dapat dimulai dari ratusan hingga puluhan ribu dolar per malam. Transportasi pun tidak murah karena sebagian besar akses mengandalkan speedboat privat atau pesawat laut.
Munculnya Guesthouse dan Wisata Berbasis Komunitas
Perubahan besar dimulai pada 2009 ketika pemerintah mengizinkan guesthouse beroperasi di pulau berpenghuni.
Kebijakan ini membuka akses bagi masyarakat lokal untuk masuk ke sektor pariwisata yang sebelumnya hanya didominasi investor besar.
Seiring berjalannya waktu, fenomena ini berkembang pesat. Kini ratusan guesthouse tersedia di berbagai pulau, dengan tarif mulai dari sekitar 50 dolar per malam. Hal ini secara langsung menurunkan biaya liburan dan memperluas segmen wisatawan.
Pengalaman Wisata yang Lebih Autentik
Dengan model baru ini, wisatawan tidak lagi hanya menikmati resort mewah, tetapi juga bisa merasakan kehidupan lokal.
Pengalaman seperti makan hidangan rumahan, membeli produk di pasar lokal, snorkeling bersama pemandu setempat, atau sekadar bersepeda keliling pulau menjadi daya tarik baru.
Bagi masyarakat lokal, perubahan ini membuka peluang usaha baru. Toko kecil, restoran, penyewaan alat snorkeling, hingga biro wisata lokal mulai berkembang. Pendapatan dari industri pariwisata pun kini lebih merata.