Yang mana harga beras internasional turun dari 650 dolar Amerika Serikat (AS) per ton menjadi 340 dolar per ton karena Indonesia menghentikan impor, sehingga banyak negara mencoba melobi agar Indonesia kembali membeli beras mereka.
Amran menjelaskan, dua tahun sebelumnya Indonesia mengimpor tujuh juta ton beras, namun ketika impor dihentikan, harga global merosot karena negara produsen kehilangan pasar besar yang sangat berpengaruh.
Ia mengungkapkan tekanan dan lobi dari sejumlah negara tetangga terhadap Pemerintah Indonesia agar kembali membuka keran impor, namun pemerintah tetap teguh memegang prinsip swasembada pangan.
“Jadi Indonesia membuat harga pangan dunia negara lain murah. Kenapa? Impor kita dua tahun berturut-turut 7 juta ton. Tiba-tiba kita hentikan impor, sehingga kami dilobi untuk menerima impor dari negara tetangga, tetapi tekat kita adalah swasembada,” ujar Amran pula.
Menanggapi isu kebobolan impor, Amran menegaskan setiap pelanggaran akan ditindak tegas tanpa kompromi, karena kebijakan swasembada tidak boleh dilemahkan oleh tindakan oknum tertentu.
Dia menegaskan pula keberadaan kasus impor ilegal tidak membatalkan status swasembada, sebab swasembada ditentukan oleh produksi nasional, bukan oleh tindakan individu yang melanggar aturan yang telah ditetapkan.
“Apa sih artinya kalau 250 ton? Itu hanya mengganggu secara politik. Janganlah serakahnomics diulang. Kalau ada itu 250 ton, enggak ada artinya. Kecil banget. Cuma mengganggu saja,” kata Amran.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa Titiek Soeharto meminta pelaku yang melakukan impor beras 250 ton secara ilegal di Sabang, Aceh, ditindak tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Ini pemerintah sudah mencanangkan tidak ada impor beras. Kita sudah swasembada beras. Jadi siapa pun itu yang masukin, mau coba-coba impor beras, kami minta supaya ditindak secara hukum,” kata Titiek.