Finnews.id – Polda Metro Jaya resmi menetapkan 8 tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang dilaporkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Penetapan tersangka didukung pemeriksaan dokumen asli dari Universitas Gajah Mada (UGM) dan uji forensik digital serta analog oleh Puslabfor Polri.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri, menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat 7 November 2025. Ia menyebut penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 22 ahli dari berbagai bidang, mulai dari pidana, ITE, sosiologi hukum, komunikasi sosial, hingga bahasa.
“Ahli yang dilibatkan memberikan keterangan sebagai saksi ahli,” kata Asep, menegaskan bahwa proses penyidikan berlangsung komprehensif dan ilmiah. Selain itu, penyidik juga menggandeng Dewan Pers, Keterbukaan Informasi Pusat, Dirjen Peraturan dan Perundang-undangan Kemenkumham, serta berbagai praktisi digital forensik.
Dari penyitaan 723 item barang bukti, termasuk dokumen asli dari UGM, ditemukan bahwa ijazah Jokowi asli dan sah. Temuan ini diperkuat oleh hasil uji Puslabfor Polri yang mencakup aspek analog maupun digital.
“Berdasarkan temuan tersebut, para tersangka menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan editing serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode tidak ilmiah,” lanjut Kapolda.
Penetapan tersangka melalui proses asistensi dan gelar perkara yang melibatkan internal dan eksternal, termasuk Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum. 8 tersangka dibagi dalam dua klaster:
Klaster pertama (5 orang): ES, KTR, MRF, RE, DHL; dijerat dengan Pasal 310 dan/atau 311 dan/atau 160 KUHP serta Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat 4 dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.
Klaster kedua (3 orang): RS, RHS, TT.
Kasus ini bermula dari laporan Jokowi terkait dugaan fitnah dan penyebaran informasi palsu mengenai ijazahnya. Laporan mencakup Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27A, 32, dan 35 UU ITE.
Kapolda menekankan bahwa proses ini menegaskan prinsip keadilan berbasis bukti, sekaligus memberikan kepastian hukum terkait ijazah Presiden. Penegasan keaslian dokumen melalui UGM dan Puslabfor diharapkan menekan penyebaran informasi palsu di masyarakat.