Oleh: Dahlan Iskan
Indonesia tidak pernah tutup. Segawat apa pun keadaan di Suriah kedutaan besar kita tetap buka di sana. Termasuk saat-saat genting pada peralihan kekuasaan tanggal 8 Desember lalu.
“Ada 1.000 warga negara Indonesia di sini. Kami tidak boleh kabur duluan,” ujar Dr Wajid Fauzi, duta besar Indonesia di Syria. “Justru kami yang harus mengevakuasi mereka,” tambahnya.
Wajid sudah enam tahun menjabat duta besar di Syria. Ketegangan seperti di Syria tidak baru baginya. Ia pernah jadi duta besar di Yaman –saat perang di sana.
Sulitnya, warga negara Indonesia di Suriah tidak ada yang datang lewat jalan terang. Tenaga kerja wanita itu datang lewat percaloan yang gelap. Kedutaan harus cari cara yang berliku untuk menemukan mereka.
Malam menjelang tanggal delapan itu juragan mereka kabur. Para juragan sudah membaca situasi baru yang gawat. Mereka tahu: tanggal 5 Desember konvoi besar-besaran meninggalkan ”ibu kota pemberontak” Aleppo. Ke arah kota Homes. Berarti sudah separo jalan menuju Damaskus.
Di Homes konvoi kian besar. Pemberontak dari Homes bergabung. Tanggal 7 Desember mereka sudah menguasai luar kota Damaskus. Ibu kota terkepung masa. Jumlahnya fantastis.
Jam-jam itulah rupanya negosiasi tingkat tinggi berlangsung. Damaskus tidak mungkin dipertahankan. Pasukan penjaga Damaskus sudah busuk dari dalam. Di tanggal 7 Desember itu terjadi gerakan diam-diam: semua tentara meletakkan senjata. Lari. Banyak senjata yang dibuang di tempat sampah. Pun seragam tentara mereka. Tanpa seragam mereka pulang kampung. Ada yang bergabung dengan gerakan masa.
Penyebab pembusukan itu satu: gaji tentara sangat rendah. Tidak cukup untuk makan setengah bulan. Sejak lama sudah seperti itu. Keuangan negara sudah tergantung pada donasi dari bandar Basyir Al Assad: Rusia.
Bandarnya sudah realistis. Uangnya sudah terkuras di perang dengan Ukraina. Apalagi kekuatan tentara Suriah sudah loyo atas bawah.
Sebenarnya ada bandar cadangan: Iran. Tapi Iran juga lagi konsentrasi ke negara lain. Pemimpin besar Hisbullah di Lebanon tewas: Nasrullah. Ia kena bom taktis Israel yang dikirim dari jarak jauh menghancurkan kediamanmya. Kekuatan bomnya 83 ton.