Harian Kompas, 23 November 1967 menjelaskan, lokasi kasino legal pertama di Jakarta dan Indonesia berada di Kawasan Petak Sembilan, Glodok.
Kasino ini berdiri atas kerja sama Pemerintah DKI Jakarta dengan seorang Warga Negara China bernama Atang.
Lebih jauh, arena kasino ini buka setiap hari tanpa henti dan dijaga ketat aparat kepolisian. Namun, perjudian hanya ditunjukkan untuk WN China atau keturunan China di Indonesia.
WNI tidak diperbolehkan bertaruh di meja judi.
Sejak dibuka, Kompas memberitakan, kasino di Petak Sembilan didatangi ratusan orang dari seluruh Indonesia. Mulai dari Medan, Pontianak, Bandung, hingga Makassar.
Ratusan orang tersebut sukses menghasilkan dana jutaan rupiah yang disetor setiap bulan ke pemerintah.
“Berdasarkan statistik resmi dari arena perjudian, pajak yang diberikan ke pemerintah sebesar Rp25 juta setiap bulan,” ungkap Kompas.
Nominal Rp25 juta saat itu tergolong besar. Harga emas, menurut surat kabar Nusantara 15 Agustus 1967, mencapai Rp230 per gram.
Artinya, uang Rp25 juta bisa membeli 108,7 Kg emas.
Jika dikonversi ke masa sekarang, berarti uang Rp25 juta atau 108,7 Kg emas setara dengan Rp200-an miliar.
Dengan demikian, keuntungan Pemerintah DKI Jakarta di awal legalisasi kasino mencapai miliaran rupiah per bulan.
Seiring waktu, kasino juga dibuka di Ancol yang juga sama-sama memberikan dana besar ke pemerintah.
Dari dana hasil judi, Ali Sadikin langsung menggunakannya untuk pembangunan Jakarta. Jembatan, rumah sakit, hingga sekolah sukses dibangun.
Selama 10 tahun aturan perjudian berlaku, anggaran Jakarta dari semula puluhan juta melonjak hingga Rp122 miliar di tahun 1977.
Uang miliaran akhirnya dipakai untuk menyulap Jakarta menjadi kota modern. Sampai akhirnya, kebijakan legalisasi kasino di Jakarta berakhir pada 1974 karena pemerintah pusat melarang perjudian lewat UU No.7 tahun 1974.