Karena cita rasanya yang manis dan legit, orang-orang Belanda menyebut kue itu sebagai ‘dream’ atau apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti mimpi. Penyebutan kue tersebut sebagai dream atau kue pemimpi karena manisnya yang cukup pekat di lidah.
Namun, alih-alih dikenal sebagai ‘dream’, rakyat kita justru memiliki logat penyebutan tersendiri. Penyebutan tersebut lebih sering diucapkan sebagai adrem, yang hingga saat ini melekat pada kue tersebut. Kemudian kue ini disebut sebagai tolpit karena bentuknya yang unik.
Ada kisah menarik lainnya yang berkaitan dengan kue tolpit ini. Salah satunya kebiasaan orang-orang di zaman dahulu yang menjadikan adrem sebagai alat untuk melakukan pembayaran.
Mengutip dari laman Pemerintah DIY, pada zaman dahulu saat waktu panen tiba, masyarakat sering kali menukar hasil panen berupa gabah agar mendapatkan kue ini. Cara yang dilakukan menantikan penjual adrem berkeliling dari sawah ke sawah. Lalu saat ingin mencicipinya, tidak sedikit masyarakat yang menukarkan gabah miliknya dengan kue adrem tadi.
Selain punya kisah yang pernah terjadi di masa lalu, kue tolpit atau adrem ini juga menyimpan filosofi mendalam. Konon, kue adrem yang terbuat dari tepung beras dipadukan dengan kelapa dan gula jawa ini merupakan simbol penghormatan bagi Dewi Sri atau dewi kesuburan. Ini dikarenakan kue tersebut menjadi wujud dari rasa syukur atas hasil panen masyarakat yang melimpah.
Lebih lanjut, adrem juga menyimpan filosofi sebagai simbol pengampunan dan pengayoman agar hidup lebih ‘adem’ atau ‘anyep’. Simbol ini tentunya diharapkan mampu memberikan ketenangan, baik itu saat masih hidup di dunia maupun kehidupan nantinya setelah kematian.
Keunikan Kue Kontol Kejepit atau Tolpit
Lantas, apa sih yang membuat kue tolpit ini unii? Salah satu hal yang menarik dari kue ini tentunya namanya yang bisa dibilang cukup ‘nyeleneh’. Meskipun awalnya dikenal sebagai kue adrem, tapi masyarakat juga turut menjuluki kue ini sebagai ‘kontol kejepit’ atau tolpit.