finnews.id – Perasaan pilu dan keprihatinan menyelimuti nasib 24 mantan karyawan Lion Air yang haknya seolah “digantung” sejak 2021. Selama empat tahun terakhir, para pegawai yang terdampak pandemi COVID-19 ini berjuang menuntut kejelasan nasib mereka yang tak kunjung pasti.
Mayoritas dari mereka yang sebelumnya bekerja di bagian Call Center dan tiket ini tidak pernah menerima surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari pihak perusahaan. Kondisi ini membuat mereka terkatung-katung, menanti kepastian pembayaran upah yang sudah lama tertunggak.
Karena tak ada jalan keluar, 24 mantan karyawan ini akhirnya menempuh jalur hukum.
Mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 246/Pdt.Sus.PHI/2025.
Gugatan ini menuntut agar PT Lion Air Group membayar pesangon dan upah tertunggak senilai total Rp 1,7 miliar.
Menurut Odie Hudiyanto, kuasa hukum para penggugat, kliennya sudah terlalu lama dijanji-janjikan oleh perusahaan tanpa ada realisasi.
“Pada persidangan pertama, 17 September 2025, kami membacakan gugatan yang intinya menyampaikan penderitaan klien kami selama empat tahun menunggu janji perusahaan untuk pembayaran pesangon dan upah,” jelas Odie.
Odie menambahkan, para penggugat yang dipimpin oleh Megarani ini adalah pekerja tetap atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu).
Mereka “dirumahkan” sepihak sejak Juli 2020 dengan dalih pandemi dan janji akan kembali bekerja setelah kondisi membaik. Namun, kenyataannya janji tersebut tidak pernah terwujud.
“Pada saat perusahaan menghentikan operasionalnya, tidak ada kesepakatan dengan para pekerja mengenai waktu kerja dan pengupahan. Padahal, hal ini diatur dalam Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020,” ungkap Odie.
Tindakan “merumahkan” tanpa kejelasan ini dinilai Odie sebagai langkah yang tidak tepat. Ia juga menyayangkan sikap Lion Air yang mengabaikan undangan mediasi dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini.