Sebab, Kejaksaan RI memiliki kewenangan yang terlalu luas dalam hal pengelolaan aset, termasuk dalam penyimpanan, pengamanan, hingga pemanfaatan dan pengembalian.
Perlu ada jaminan pengawasan pengelolaan aset yang dilakukan oleh Kejaksaan RI agar nilai aset tidak berubah terlalu drastis.
2. Aturan mengenai unexplained wealth order
Unexplained wealth atau harta yang tidak dapat dijelaskan sumbernya merupakan konsep dasar dari illicit enrichment atau pengayaan ilegal.
Jika seorang pejabat publik memiliki harta yang melebihi dari pendapatan seharusnya dan tidak dapat dijelaskan asal dari harta tersebut, maka patut diduga harta tersebut adalah hasil dari suatu tindak pidana, misalnya suap atau gratifikasi.
Sebetulnya, KPK sudah memiliki instrumen LHKPN yang dapat dijadikan sebagai dasar pengenaan pengayaan ilegal agar tidak hanya sebagai pemenuhan administratif belaka.
LHKPN dapat digunakan untuk melihat kenaikan harta dari seorang pejabat.
Unexplained wealth penting untuk diatur dalam RUU Perampasan Aset, sebab akan mempermudah pembuktian dugaan korupsi.
3. Threshold jumlah aset yang dapat dirampas
Berdasarkan Pasal 6 RUU Perampasan Aset per April 2023, aset yang dapat dirampas bernilai paling sedikit Rp100.000.000 dan diancam dengan 4 tahun atau lebih.
Batas ini penting untuk dibahas kembali untuk menyesuaikan dengan, misalnya, kondisi inflasi, nilai ekonomis, dan lain sebagainya.
4. Mekanisme upaya paksa dan pengawasan terhadap upaya paksa
RUU Perampasan Aset sangat berkaitan dengan upaya paksa.
Meskipun RUU Perampasan Aset tidak mengandalkan pemidanaan terhadap pelakunya, namun terhadap aset yang diduga hasil tindak pidana, penyidik dapat melakukan pemblokiran maupun penyitaan.
Kedua hal ini merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang akan membatasi hak seseorang.
Oleh sebab itu, mekanisme upaya paksa dalam RUU Perampasan Aset wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia.
Mekanisme pengawasan juga harus diperhatikan, misalnya dengan menggunakan sistem hakim komisaris atau hakim pemeriksa pendahuluan agar memastikan pelindungan hak warga negara.