Kasus LPEI bukan sekadar salah kelola. Tapi bukti nyata sistem keuangan negara jadi lahan empuk mafia. Bagaimana mungkin fasilitas kredit ekspor yang seharusnya mendukung UMKM justru dikorupsi secara sistematis? Yang lebih memalukan, oknum pejabat berani memakai istilah ‘uang zakat’ untuk menyamarkan suap. Ini bukan hanya kejahatan ekonomi. Bukan pula merampok triliunan rupiah. Tetapi pelecehan terhadap nilai-nilai agama.
———————————————————————————-
BANYAKÂ yang bertanya: LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) itu lembaga pembiayaan atau sarang koruptor sih?
Sungguh ironis. Memuakkan. Lembaga yang didirikan untuk menopang ekspor nasional, menjadi panggung korupsi berjamaah.
Terjadi praktik suap. Terang-terangan. Tanpa malu. Mulai 2,5 persen hingga 5 persen dari nilai kredit. Mulai dari lobi. Negosiasi. Disetujui. Tanda tangan. Gol! Semua happy. Semua kecipratan.
Pertanyaannya: Mengapa sistem yang seharusnya menjadi benteng keuangan negara bisa begitu rapuh?
Siapa yang bertanggung jawab atas bobroknya tata kelola LPEI yang menyebabkan kerugian negara Rp11,7 triliun?
Jejak korupsi di LPEI alias Indonesia Eximbank ini bukan cerita kemarin sore.
Didirikan pada tahun 2009. Misi utamanya adalah mendorong pertumbuhan ekspor nasional. Selain itu, membantu eksportir mengembangkan kapasitas usahanya.
Di balik misi mulia itu, tercium aroma tak sedap. Sudah terendus lama. Tepatnya sejak 2015. Jauh sebelum keriuhan media pada 2024.
Lembaga Antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkap penyelidikan dugaan penipuan ini telah bergulir senyap selama bertahun-tahun.
Awal Penyelewengan dan Kredit Fiktif

Pusaran masalah bermula dari pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) kepada PT Petro Energy (PE).
Antara tahun 2015 hingga 2017, PT PE menerima kucuran dana 3 kali.
Totalnya mencapai $22 juta dan Rp 600 miliar. Duit itu seharusnya untuk kegiatan niaga umum bahan bakar minyak. Di sinilah praktik culas terjadi.