finnews.id – Apakah tindakan Israel melarang kunjungan menteri luar negeri negara Arab ke wilayah Palestina akan memperburuk ketegangan di Timur Tengah? Israel tolak kunjungan Menlu negara Arab menuai reaksi keras, khususnya dari Yordania yang menilai keputusan itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Situasi ini tentu membuka kembali babak baru dalam konflik yang sudah berlangsung lama dan rumit.
Seperti dilansir dari pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Yordania pada Sabtu, 31 Mei 2025, Israel secara tegas menghalangi delegasi gabungan dari Liga Arab (LAS) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengunjungi Ramallah di wilayah Tepi Barat. Rombongan ini awalnya dijadwalkan bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pejabat tinggi Palestina lainnya guna membahas perkembangan situasi politik terkini.
Menurut Yordania, larangan tersebut bukan sekadar tindakan administratif biasa, tapi merupakan pelanggaran nyata terhadap kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan. “Keputusan Israel mencegah kunjungan ke Ramallah menunjukkan tingkat arogansi dan ketidakpatuhan terhadap hukum internasional yang sangat memprihatinkan,” tegas Kementerian Luar Negeri Yordania.
Akibat Israel tolak kunjungan Menlu negara Arab tersebut, delegasi dari negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Qatar, Turki, dan Yordania terpaksa membatalkan kunjungan diplomatik yang sudah dijadwalkan. Pertemuan ini seharusnya menjadi momen penting untuk memperkuat dukungan politik bagi rakyat Palestina sekaligus mencari solusi atas eskalasi konflik yang makin memanas.
Laporan dari The Times of Israel menyebutkan bahwa larangan ini diumumkan sehari sebelum jadwal kedatangan delegasi ke Tepi Barat pada 1 Juni 2025. Penolakan Israel ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pengamat internasional bahwa langkah tersebut bisa merusak upaya diplomasi damai yang sudah sulit dilakukan selama bertahun-tahun.
Beberapa analis politik menganggap tindakan Israel sebagai penolakan terbuka terhadap keterlibatan dunia Arab dalam proses perdamaian. Langkah ini juga berpotensi memperburuk citra Israel di mata dunia, terutama saat tekanan global terhadap tindakan pendudukan semakin meningkat.
Hingga saat ini, pemerintah Israel belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan pelanggaran hukum internasional tersebut. Namun, insiden ini semakin menegaskan betapa rumit dan sensitifnya persoalan politik di Timur Tengah, khususnya dalam hubungan Israel-Palestina.
Kasus Israel tolak kunjungan Menlu negara Arab ini bukan sekadar peristiwa diplomatik biasa. Ia membuka ruang diskusi lebih luas soal peran hukum internasional dan sikap negara pendudukan terhadap hak-hak rakyat Palestina serta upaya perdamaian regional. Dunia menanti langkah selanjutnya yang bisa menyejukkan suasana dan membawa perdamaian yang sejati. (*)