Oleh: Dahlan Iskan
Marahnya KDM (Disway kemarin) hanya kepada pegawai negeri yang malas. Elon Musk marah sampai kepada sesama menteri di kabinet Presiden Donald Trump.
“Anda belum memecat siapa pun di kementerian Anda,” ujar Elon Musk, menteri efisiensi yang juga orang terkaya di dunia.
Yang dimarahi itu menteri luar negeri: Marco Rubio. Marahnya di depan sidang kabinet pula. Di Gedung Putih. Trump yang memimpin sidang itu.
Elon tentu tidak mendalami ilmu kebatinan Sunda. Tidak ada doktrin jaga perasaan di sana. Sang menlu menolak penilaian Elon. Sudah lebih 1.000 orang dipecat di Kemenlu. Masih dianggap belum memecat siapa pun.
Di mata Elon mengurangi seribu orang itu tidak bernilai. Harus lebih banyak. Seperti kementerian pendidikan. Sampai harus dibubarkan. Soal pendidikan serahkan sepenuhnya ke daerah. Orang daerah tidak kalah pintar. Daerahnya Amerika.
Tentu Kemenlu tidak harus sampai dibubarkan. Tapi langkah Menteri Rubio dianggap kurang keras. Elon tentu melihat terlalu banyak yang bisa dihemat. Model diplomasi di zaman ini sudah berbeda jauh. Laporan dari para diplomat di seluruh dunia kalah cepat dengan medsos.
Akibat kemarahan Elon di sidang kabinet itu bisa jadi akan banyak perwakilan Amerika yang ditutup. Saya khawatir konsulat Amerika di Surabaya dan Medan ikut jadi sasaran efisiensi Elon. Banyak sekali konsulat yang bisa diganti dengan kamera yang dipasang berjaringan dengan satelit Starlink milik Elon.
Sejak kemarahan di sidang kabinet itu muncul rumor seperti menyangkut Sri Mulyani di Indonesia: Marco Rubio akan mengundurkan diri. Hampir semua media memberitakannya. Tiga hari terakhir Marco Rubia jadi bahan berita.
Marahnya Elon Musk bisa membubarkan kementerian. Marahnya KDM di Jawa Barat tidak akan sampai bisa membuat pegawai negeri yang malas itu mengundurkan diri. Pun KDM. Tidak bisa memecat pegawai itu. Apalagi membubarkan kantor itu. Inilah bagian yang makan hati di Indonesia. Bisa marah tapi tidak bisa apa-apa. Maka olah kebatinan menjadi penting –daripada sakit hati berkepanjangan.
Elon Musk sendiri sembada. Ia kerja keras luar biasa. Padahal sudah kaya raya. Tidak hanya ia yang kerja keras. Pun seluruh timnya di kementerian efisiensi.
“Tim kami bekerja 120 jam seminggu. Pegawai negeri hanya 40 jam seminggu,” ujar Elon empat hari lalu.
Coba hitung sendiri, kata Elon. Itu berarti pegawai di DOGE (Department of Government Efficiency) hanya punya sisa waktu 48 jam seminggu.
“Kalau pun itu untuk tidur semua hanya bisa tidur 6 jam sehari. Padahal kan tidak mungkin untuk tidur semua,” katanya. Harus dibagi dengan waktu untuk keluarga, makan, dan ke kamar mandi.
Kurang kerja keras itulah, kata Elon, yang membuat Amerika terus mulai ketinggalan. Maksudnya, ketinggalan dari Tiongkok. Bukan dari Jawa Barat.(Dahlan Iskan)