finnews.id – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat 21 Maret 2025. Dalam pembecaan eksepsi itu, Hasto mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cenderung memaksakan hukum.
Dalam kesempatan ini, Hasto menyebut bahwa Lembaga Antirasuah itu telah menyingkirkan prinsip proporsionalitas dengan memaksakan proses hukum yang tidak seimbang dan cenderung merugikan dirinya.
“KPK telah melanggar asas proporsionalitas dengan memaksakan proses hukum yang tidak seimbang. Kasus ini tidak melibatkan kerugian negara yang signifikan, namun KPK tetap menanganinya dengan cara yang berlebihan dan merugikan saya sebagai terdakwa,” kata Hasto
Menurut Hasto asas proporsionalitas merupakan prinsip dasar dalam penegakan hukum, termasuk dalam Undang-Undang (UU) KPK Nomor 19 Tahun 2019.
“Asas proporsionalitas mengharuskan bahwa tindakan hukum yang diambil harus seimbang dengan tingkat keseriusan pelanggaran yang diduga,” kata Hasto.
Namun, kata dia, KPK malah melakukan proses hukum yang berlebihan. Bahkan, kata dia, KPK tidak menunjukkan proporsional.
“Namun, dalam kasus ini, KPK justru melakukan proses penyidikan yang berlebihan dan tidak proporsional,” sambungnya.
Hasto mengatakan, KPK justru mengandalkan saksi-saksi internal yang cenderung memberatkan dirinya. Hal itu, kata dia, sangat merugikannya.
“Total ada 13 penyelidik dan penyidik KPK yang menjadi saksi dalam kasus ini, termasuk Rossa Purbo Bekti sendiri. Semua saksi ini tentu memberatkan saya, sementara saksi-saksi meringankan yang kami ajukan tidak diperiksa,” kata Hasto.
Dia menyoroti dampak dari pelanggaran asas proporsionalitas terhadap proses hukum. “Proses hukum yang tidak proporsional hanya akan merusak integritas penegakan hukum. KPK harus menghormati asas proporsionalitas dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya
Hasto juga menyinggung bahwa kasus yang menjeratnya tidak melibatkan kerugian negara yang signifikan.
“Kasus ini tidak memenuhi syarat kerugian negara minimal Rp1 miliar, sehingga seharusnya di luar kewenangan KPK. Namun, KPK tetap memaksakan proses hukum yang merugikan saya,” kata Hasto.
Lebih lanjut, Hasto juga menyoroti bahwa KPK telah mengabaikan haknya untuk didengarkan saksi-saksi meringankan.
“Penasihat hukum saya telah mengajukan permohonan resmi untuk memeriksa saksi-saksi meringankan kepada pimpinan KPK pada 4 Maret 2024. Namun, permohonan tersebut diabaikan oleh KPK,” ujarnya.
Dalam eksepsi tersebut, Hasto meminta majelis hakim untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK.
Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengembangkan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) yang menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan buronannya, Harun Masiku.
Dua orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah yang merupakan kader PDIP sekaligus pengacara.
(Ayu Novita)