Finnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan peringatan keras terkait kondisi kelestarian hutan di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil kajian internal KPK, luas deforestasi di tanah air kini telah menembus angka 608.299 hektare (ha). Dampak sistemik dari kerusakan ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga memicu potensi kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp175 triliun.
Melalui rilis resmi di penghujung tahun (31/12/2025), lembaga antirasuah tersebut menegaskan bahwa kekayaan alam Indonesia sedang berada dalam ancaman serius akibat ulah para “tangan kotor”. KPK menuntut komitmen nyata dan kolaborasi lintas sektor untuk menghentikan eksploitasi hutan secara ilegal yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Rekam Jejak Korupsi di Sektor Kehutanan
Potensi kerugian negara yang sangat besar ini berbanding lurus dengan banyaknya kasus korupsi yang tengah dan telah ditangani oleh KPK. Berikut adalah beberapa perkara menonjol yang melibatkan penyalahgunaan izin pengelolaan kawasan hutan:
Kasus Suap PT Inhutani V: Melibatkan kerja sama pengelolaan kawasan hutan dengan nilai suap Rp4,2 miliar, termasuk pemberian aset mewah berupa mobil Rubicon.
Alih Fungsi Lahan di Pemkab Bogor: Kasus penyuapan terkait izin alih fungsi lahan hutan lindung dengan nilai transaksi mencapai Rp8,9 miliar.
Izin Perkebunan di Kabupaten Buol: Praktik suap terkait pemberian Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) senilai Rp3 miliar.
KPK memandang daftar kasus ini hanyalah fenomena gunung es dari karut-marutnya tata kelola hutan yang selama ini rentan terhadap praktik suap dan gratifikasi.
Pantau Hutan Lewat Dashboard “JAGAHUTAN”
Sebagai langkah preventif dan bentuk transparansi, KPK resmi meluncurkan dashboard JAGAHUTAN. Platform ini terintegrasi dalam portal JAGA.ID yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat secara bebas.
Melalui JAGAHUTAN, publik bisa ikut serta memantau data pengelolaan kawasan hutan, perizinan, hingga potensi penyimpangan yang terjadi di lapangan. Partisipasi masyarakat dianggap sebagai kunci utama dalam mencegah kerusakan alam yang lebih masif.