Finnews.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan memungut bea keluar (BK) untuk ekspor komoditas batu bara mulai 1 Januari 2026. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara dan mengembalikan fungsi instrumen fiskal yang sempat hilang sejak berlakunya UU Cipta Kerja.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa aturan ini akan berlaku serentak dengan bea keluar emas. Pemerintah memproyeksikan tambahan setoran ke kas negara mencapai Rp20 triliun pada tahun 2026 melalui kebijakan ini.
Aturan PMK Segera Terbit
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menargetkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur detail bea keluar ini terbit sebelum tahun 2025 berakhir. Kemenkeu merancang tarif progresif yang berada di kisaran 1% hingga 5%.
Menteri Keuangan menilai selama ini pemerintah seolah memberikan subsidi kepada pengusaha batu bara setelah bea keluar dihapuskan.
“Kami ingin kembali ke status awal. Jangan sampai pemerintah justru memberikan subsidi kepada industri batu bara di tengah harga komoditas yang tinggi,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Negara, Senin 15 Desember 2025 lalu.
Tanggapan Bahlil Lahadalia: Harus Berasaskan Keadilan
Menanggapi rencana tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan bea keluar. Menurut Bahlil, kebijakan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 untuk memaksimalkan potensi kekayaan alam demi kemakmuran rakyat melalui peningkatan pendapatan negara.
Namun, Bahlil memberikan catatan penting agar pengenaan pajak ekspor ini tetap memperhatikan kondisi riil perusahaan tambang di lapangan. Ia menekankan bahwa pemerintah harus bersikap adil dengan melihat fluktuasi harga komoditas global.
“Jika nilai jual ekspor sedang besar dan harga tinggi, wajar jika dikenakan bea keluar. Namun, jika harga komoditas sedang rendah dan profit perusahaan kecil, kita tidak boleh memberatkan mereka,” jelas Bahlil.