ADAKAH curah hujan di Sumatera bagian utara/Aceh bagian selatan akhir November lalu yang tertinggi dalam sejarah? Juga yang terlama? –tujuh hari tujuh malam hampir terus-menerus?
Saya kesulitan mencari data soal itu. Lebih mudah mencari data berapa persen kenaikan orang yang berpoligami di Amerika Serikat.
Tapi Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq sudah memutuskan: akan menjadikan curah hujan terakhir itu sebagai base line untuk menentukan kebijakan ke depan. Begitulah keterangannya kepada media saat menyikapi banjir bandang di tiga provinsi di Sumatera itu.
Artinya, ke depan, kebijakan yang akan dilakukan, dengan curah hujan yang sama tidak akan terjadi bencana. Secara tidak langsung Menteri Hanif mengatakan bahwa hujan terakhir itulah yang terparah dalam sejarah di sana.
Jepang juga mengalami hal yang sama: saat bencana nuklir Fukushima. Anda masih ingat tanggal itu: 11 Maret 2011.
Perlu genset darurat untuk menjaga agar reaktor nuklir tidak panas. Yakni di saat listrik padam akibat apa pun –termasuk akibat terkena tsunami.
Dalam kasus Fukushima, Genset darurat itu ditempatkan di ketinggian enam meter. Agar kalau terjadi tsunami masih tetap aman. Tsunami tertinggi yang pernah terjadi adalah sedikit di bawah enam meter.
Ternyata ketinggian gelombang tsunami tahun 2011 itu sampai sembilan meter. Genset darurat itu pun terkena tsunami. Hancur. Tidak bisa berfungsi. Akibatnya reaktor kian panas. Meleleh.
Jepang sudah terlatih menangani bencana. Pengungsian besar-besaran dilakukan. Akhirnya tidak satu pun ada yang meninggal akibat bencana nuklir Fukushima.
Di Sumatera yang meninggal menjadi 758 –angka ini masih terus bergerak. Padahal sudah tahu bahwa curah hujan di kawasan itu selalu tinggi dan tinggi sekali. Hujan yang terakhir itu mencapai 500 mm. Tapi curah hujan rata-rata di Tapanuli sudah 300mm. Itu rata-rata. Berarti sering di atas itu. Menurut catatan BMKG sering juga hujan di Tapanuli sampai 400 mm. Pernah juga 500 mm tapi tidak sampai tujuh hari tujuh malam.