finnews.id – Menelusuri asal‑usul cendol menjadi penting untuk memahami akar kuliner Asia Tenggara. Sejak awal, asal‑usul cendol sering diperdebatkan oleh beberapa negara tetangga, namun bukti literatur menunjukkan bahwa akar cendol paling kuat berada di Jawa, Indonesia. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bukti sejarah, evolusi istilah, dan klaim Malaysia agar konteksnya lengkap.
Sejarah Awal dan Istilah
Istilah “cendol” dalam ejaan Belanda tercatat dalam buku resep abad ke‑19 di Hindia Belanda. Buku Oost‑Indisch Kookboek tahun 1866 mencatat resep dengan judul “Tjendol of Dawet”. Selain itu, kamus Belanda‑Melayu “Supplement op het Maleisch‑Nederduitsch Woordenboek” terbitan 1869 menjelaskan “tjendol” sebagai minuman atau pasta encer dari sagu, santan, gula, dan garam. Sementara itu, istilah “dawet” telah dikenal di Jawa sebagai minuman tradisional yang terdiri dari jeli hijau tepung beras atau sagu, santan, dan gula aren, bahkan sebelum penambahan es serut menjadi lazim.
Beberapa sejarawan mencatat bahwa manuskrip Jawa kuno seperti Kakawin Kresnayana dari abad ke‑12 di Kediri telah menyebutkan minuman yang mirip dawet atau cendol. Dengan demikian, asal‑usul cendol dalam arti nama dan bentuk minuman menyebar melalui tradisi Jawa dahulu, kemudian berevolusi.
Evolusi Resep dan Penyebaran
Versi tradisional dari asal‑usul cendol berupa jeli hijau sederhana dari tepung sagu atau tepung beras pandan, campuran santan dan gula aren, terjasi tanpa es karena es belum umum tersedia. Dengan adanya pengiriman es melalui pelabuhan seperti Melaka dan Penang pada masa kolonial, versi menyajikannya dengan es mulai berkembang. Di sinilah muncul cendol versi modern yang terkenal luas, termasuk di Malaysia dan Singapura.
Di Jawa, minuman ini dikenal sebagai “dawet”, sedangkan jeli hijau sering disebut “cendol”. Dengan demikian, asal‑usul cendol dalam versi nama “dawet” lebih dahulu, kemudian berkembang menjadi cendol sebagai nama dan versi modern.
Klaim Malaysia dan Perspektif Kontemporer
Malaysia mengklaim cendol sebagai warisan kuliner mereka. Artikel dari Saveur menyebut bahwa minuman ini sebagai ikon Malaysia, dan catatan tertulis pertama istilah “cendol” di Malaya muncul tahun 1932. Versi es dengan gula melaka dan es serut sangat populer di kawasan pelabuhan Malaysia.
Namun, analisis sejarawan menunjukkan bahwa asal‑usul cendol atau dawet sebenarnya bermula dari Jawa, Indonesia. Sebagian literatur mengonfirmasi bahwa cendol atau dawet berasal dari Pulau Jawa, bukan dari Malaysia atau Singapura. Klaim Malaysia terhadap cendol sebagai warisan mereka didukung oleh versi lokal yang dikembangkan kemudian, namun bukti historis menegaskan bahwa akar minuman ini berada di Jawa.