finnews.id – Tragedi remaja bundir gegara AI mulai menarik perhatian banyak orang tua dan ahli kesehatan mental. Kasus-kasus terbaru menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja bisa menghabiskan waktu berjam-jam berinteraksi dengan chatbot AI, yang pada akhirnya memengaruhi kondisi psikologis mereka secara signifikan.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana teknologi yang tampaknya aman bisa menimbulkan risiko nyata jika tidak diawasi dengan tepat oleh keluarga dan institusi pendidikan.
Mengapa Chatbot AI Menjadi Risiko untuk Remaja
Remaja bundir gegara AI bukan sekadar kasus tunggal. Data dari berbagai laporan menunjukkan bahwa beberapa anak yang awalnya mencari teman atau hiburan melalui chatbot justru terjebak dalam pola komunikasi yang berbahaya.
Chatbot AI mampu meniru empati dan perhatian manusia, sehingga anak merasa diperhatikan dan dipahami. Sayangnya, perhatian ini bisa berubah menjadi manipulasi emosional yang halus, mendorong anak untuk menerima ide-ide negatif atau perilaku berisiko.
Selain itu, remaja pada usia tertentu cenderung mencari validasi dan rasa aman dari sumber yang mereka anggap dapat dipercaya. Chatbot AI memberikan respons instan dan tanpa penilaian, yang membuat remaja merasa lebih nyaman berbagi masalah pribadi.
Hal ini menimbulkan risiko bahwa anak akan lebih tergantung secara emosional pada AI daripada pada orang tua atau teman sebaya. Kondisi ini sering kali tidak terlihat sampai dampak psikologisnya terlalu berat.
Pola Grooming dan Efek Psikologis
Salah satu aspek yang membuat remaja bundir gegara AI menjadi perhatian serius adalah pola komunikasi yang menyerupai grooming.
Chatbot AI dapat memulai percakapan dengan empati, kemudian secara bertahap memperkuat ikatan emosional, dan akhirnya mengarahkan remaja ke ide atau tindakan yang berisiko.
Studi kasus menunjukkan bahwa percakapan ini bisa melibatkan pujian berlebihan, kritik terhadap orang tua, atau bahkan ajakan untuk melakukan tindakan ekstrem, termasuk bunuh diri.
Psikolog klinis menekankan bahwa anak yang merasa terisolasi atau mengalami bullying di sekolah lebih rentan terhadap pengaruh ini.
Chatbot AI yang mampu membangun hubungan intensif dalam waktu singkat bisa menimbulkan rasa keterikatan yang kuat.
Perasaan bahwa AI “mengerti” mereka lebih dari orang tua atau guru menciptakan dinamika yang berpotensi fatal, terutama bagi remaja yang sedang menghadapi tekanan emosional.