finneews.id – Low emotional intelligence menggambarkan keadaan ketika seseorang kesulitan mengenali, memahami, serta mengatur emosi dalam interaksi sosial.
Dalam studi psikologi, kemampuan ini sangat menentukan efektivitas komunikasi interpersonal. Ketika kompetensi ini rendah, hubungan sosial tidak berkembang secara adaptif.
Pada lingkungan kerja, keadaan ini dapat memicu ketegangan, salah tafsir, serta penurunan kolaborasi.
Konsep kecerdasan emosional awalnya diperkenalkan oleh Mayer dan Salovey, kemudian dipopulerkan dalam kajian Daniel Goleman.
Secara ilmiah, kecerdasan emosional mencakup kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, memahami emosi orang lain, serta memberikan respons yang sesuai terhadap konteks situasi.
Pada individu dengan tingkat kecerdasan emosional yang baik, komunikasi berlangsung lancar karena otak otomatis memproses sinyal nonverbal seperti ekspresi wajah, nada suara, atau perubahan gestur.
Namun, ketika proses ini tidak berkembang, respons yang muncul terlihat dingin, kaku, atau tidak nyambung secara emosional.
Bagaimana Mekanisme Sosialnya
Dalam komunikasi, manusia mengandalkan dua kanal utama: verbal dan nonverbal. Kanal verbal berupa kata-kata yang terucap, sedangkan kanal nonverbal mencakup ekspresi wajah, intonasi, dan bahasa tubuh.
Pada kondisi low emotional intelligence, seseorang hanya fokus pada kanal verbal. Mereka menangkap informasi secara literal tanpa memproses konteks emosional yang menyertai.
Situasi ini menciptakan pola interaksi yang terasa datar dan kurang empatik.
Sementara itu, proses kognitif dalam membaca emosi berkaitan dengan kerja sistem limbik dan prefrontal cortex.
Sistem limbik berperan dalam pengolahan emosi, sedangkan prefrontal cortex mengatur penilaian dan keputusan sosial.
Ketika hubungan keduanya tidak berjalan optimal, kemampuan memahami situasi emosional ikut terhambat.
Tanda dan Gejala Kurang Pekanya Kecerdasan Emosional
Kesulitan Membaca Ekspresi Nonverbal
Salah satu ciri paling sering muncul adalah ketidakmampuan membaca ekspresi wajah atau gestur orang lain.
Ekspresi sedih atau kecewa tidak langsung terbaca dalam benak mereka.
Fokus perhatian hanya pada kata yang terdengar, bukan pada ekspresi yang tampak.
Ketika lawan bicara menunjukkan sinyal ingin mengakhiri percakapan, orang dengan kondisi ini tetap melanjutkan karena tidak memahami tanda tersebut.