finnews.id – Ustadzah Maharati Marfuah, Lc dalam buku “Hukum Fiqih Seputar Nafkah”, memberikan penjelasan terkait urutan kewajiban nafkah dalam Islam.
1. Nafkah untuk Diri Sendiri
Pertama adalah nafkah untuk diri sendiri, kemudian nafkah untuk istri, nafkah untuk kerabat, dan nafkah untuk benda milik.
Menjadi hal yang paling utama sebelum memberikan nafkah pada orang lain, hal ini disampaikan pada salah satu HR Muslim, yang diterjemahkan, “Gunakanlah ini untuk memenuhi kebutuhanmu dahulu, maka bersedekahlah dengannya untuk mencukupi kebutuhan dirimu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada keluargamu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada kerabatmu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada ini dan itu”.
2. Nafkah untuk Istri
Para ulama kemudian menyebutkan alasan mengapa memberi nafkah kepada orang lain menjadi wajib. Hal ini didasarkan pada tiga hal, yakni pernikahan, kerabat, dan kepemilikan.
Pada konteks pernikahan, nafkah diberikan karena ikatan pernikahan yang sah, dan bukan hanya terjadi karena pernikahan masih utuh namun juga pada pernikahan yang sudah putus atau cerai.
Hukum memberi nafkah dari suami kepada istri adalah wajib, baik dalam bentuk materi dan non materi. Hal ini disampaikan dalam QS An-Nissa: 34.
3. Nafkah untuk Kerabat
Selanjutnya adalah terkait dengan kerabat. Hubungan kekerabatan menjadi salah satu sebab wajibnya memberi nafkah, namun terdapat perbedaan pendapat tentang kerabat mana yang wajib dinafkahi. Namun demikian setiap pendapat dan pandangan memiliki dasar tinjauannya masing-masing, dan tetap dibenarkan untuk diikuti.
4. Nafkah untuk Benda Milik
Nafkah ini bisa mengacu pada binatang peliharaan, atau hal lain yang dimiliki dan memposisikan seseorang sebagai tuannya.
Jadi pada dasarnya, menurut Islam, tidak wajib seorang suami memberikan nafkah kepada keluarga istri. Sebab kewajiban utama seorang suami adalah menafkahi dirinya sendiri dan keluarga yang dimilikinya, mengacu pada anak dan istrinya.