finnews.id – Langkah mengejutkan datang dari raksasa kopi dunia. Starbucks jual sahamnya di China sebesar 60% dalam kesepakatan senilai $4 miliar dengan perusahaan investasi Boyu Capital. Gerakan ini langsung memicu tanda tanya besar: apakah ini sinyal menyerah terhadap pasar lokal yang makin kompetitif, atau justru strategi bertahan cerdas di tengah tekanan ekonomi yang berubah cepat?
China selama ini menjadi pasar terpenting bagi Starbucks setelah Amerika Serikat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, merek asal Seattle itu kesulitan menjaga dominasinya. Munculnya pesaing lokal seperti Luckin Coffee dan tren minuman cepat saji yang lebih murah membuat bisnis mereka melambat.
Mengapa Starbucks Melepas Kendali Mayoritas di China
Keputusan melepas sebagian besar kepemilikan menunjukkan adanya tekanan besar. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan penjualan Starbucks di China turun tajam akibat pandemi Covid-19, penurunan daya beli masyarakat, dan kebangkitan merek lokal yang menawarkan harga lebih kompetitif.
Dengan menjual 60% sahamnya ke Boyu Capital, Starbucks berharap bisa mendapatkan mitra yang memahami perilaku konsumen China dengan lebih baik. Boyu dikenal sebagai investor besar di sektor ritel dan teknologi, dengan jaringan kuat di Shanghai, Hong Kong, dan Singapura. Langkah ini juga memperkuat sinyal bahwa Starbucks ingin lebih “mendarah daging” di pasar Tiongkok, bukan hanya hadir sebagai merek asing.
Perusahaan tetap mempertahankan 40% saham dan kendali atas merek Starbucks di China. Mereka menegaskan bahwa operasi akan tetap berbasis di Shanghai dan berencana mengembangkan hingga 20.000 gerai dalam beberapa tahun mendatang — naik dari sekitar 8.000 saat ini.
Persaingan Ketat dengan Merek Lokal
Salah satu tantangan utama datang dari Luckin Coffee, pesaing domestik yang kini memiliki lebih banyak gerai daripada Starbucks di seluruh China. Luckin menawarkan strategi harga agresif dan promosi digital yang menarik bagi generasi muda. Dengan diskon rutin dan aplikasi pemesanan yang efisien, mereka berhasil merebut hati konsumen urban.
Sementara itu, Starbucks mencoba menyesuaikan diri dengan memperkenalkan menu lokal, menurunkan harga, dan memperluas layanan digital. Namun strategi itu juga menekan margin keuntungan mereka. Inilah salah satu alasan mengapa kemitraan baru dianggap penting: Boyu diharapkan dapat membantu mengoptimalkan strategi pemasaran, sekaligus menjaga profitabilitas di tengah tekanan pasar.