finnews.id – Di salah satu sudut timur Indonesia, terdapat sebuah bandara yang bukan hanya menjadi pusat mobilitas, tetapi juga merekam jejak sejarah panjang daerahnya.
Dikenal masyarakat sebagai pintu keluar-masuk utama ke wilayah Nusa Tenggara Timur, fasilitas ini kini resmi menyandang status internasional.
Namun, di balik gemerlap status baru tersebut, ada kisah panjang yang jarang diketahui publik—kisah tentang asal usul, makna nama, hingga perannya yang terus berkembang dari masa ke masa.
Tak banyak yang tahu bahwa bandara ini dulunya hanyalah lapangan sederhana yang dikelilingi tanaman jagung. Dari tempat itu, wilayah ini perlahan membuka diri terhadap dunia luar.
Kini, setelah hampir satu abad, bandara tersebut tidak hanya berkembang dari sisi fisik, tapi juga menjadi ikon penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pariwisata provinsi.
Berawal dari Lapangan Jagung di Era Kolonial
Dilansir dari berbagai sumber, bandara ini ternyata pertama kali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1928 dan dikenal dengan nama Lapangan Terbang Penfui.
Nama “Penfui” sendiri diambil dari bahasa lokal Timor, yang terdiri dari dua kata: Pena dan Fui, yang keduanya berarti jagung.
Nama itu mencerminkan kondisi geografis kawasan tersebut, yang kala itu merupakan ladang jagung milik masyarakat setempat.
Seiring perubahan zaman dan perkembangan wilayah, lapangan terbang ini perlahan ditingkatkan status dan infrastrukturnya.
Dari sekadar landasan pendaratan kecil, tempat ini tumbuh menjadi simpul penting dalam sistem transportasi udara kawasan timur Indonesia.
Transformasi besar terjadi pada tahun 1988, saat nama Penfui secara resmi diubah menjadi nama yang digunakan hingga kini.
Nama tersebut diambil dari sosok penting dalam sejarah provinsi, yaitu Jenderal TNI (Anumerta) El Tari, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur ke-2, pada periode 1966–1978.
El Tari dikenang sebagai pemimpin yang berani dan visioner. Di masa kepemimpinannya, ia mendorong pembangunan infrastruktur dan pendidikan di wilayah yang kala itu masih tertinggal.