Catatan Dahlan Iskan

Benih Sapujagat

Bagikan
Benih Sapujagat
Bersama kawan mendatangi pusat riset benih padi Longping. Insert mendiang Prof Yuan Longping.--
Bagikan
Oleh: Dahlan Iskan
Orang Tiongkok itu masih di Jakarta. Orang Indonesia itu masih di Beijing. Mereka bikin janji: bertemu di Changsha, ibu kota provinsi Hunan.
Saya –orang Indonesia itu– bisa terbang langsung dari Beijing ke Changsha. Dua jam penerbangan.
Ia, orang Beijing itu, harus terbang dulu dari Jakarta ke Guangzhou. Lima jam. Transit. Lalu terbang lagi ke Changsha. Satu jam.
Dalam jadwal seperti itu saya bimbang. Naik pesawat atau naik kereta cepat. Saya sering bimbang seperti itu. Begitu juga umumnya orang di Tiongkok.
Akhirnya saya putuskan naik pesawat. Dua jam sampai. Saya akan tiba di Changsha sedikit lebih awal dari teman yang datang dari Jakarta. Kami sepakat saling tunggu di bandara –siapa yang tiba lebih dulu harus menunggu.
Ternyata saya tiba satu jam lebih lambat. Ia yang menunggu. Saya pun menyesal: kenapa tidak naik kereta cepat saja.
Jadwal kereta cepat boleh dikata tidak pernah terlambat. Menitnya pun tepat.
Sedang penerbangan dua jam itu praktiknya menjadi enam jam. Bahkan kalau dihitung dari hotel menjadi tujuh jam.
Memang saya bisa memanfaatkan waktu keterlambatan itu: mencari komentar pilihan pembaca Disway. Dua jam di pesawat untuk menulis Rujak Purbaya.
Bandara Beijing itu seperti Jakarta: antre terbangnya kadang lama. Jumlah penerbangan terlalu banyak. Padahal kini Beijing sudah punya dua bandara besar –satunya lagi di tenggara kota: Daxing. Itu bandara baru. Kelak, kalau Anda ke kota baru yang didesain sebagai kota masa depan Tiongkok mendaratnya di sini.
Kota baru masa depan itu dibangun lima tahun lebih awal dari IKN-nya Indonesia. Sampai sekarang belum selesai –masih akan bertahun-tahun lagi.
Anda sudah tahu: kota baru itu dibangun di kota kecil sekali bernama Xiong An. Nama itu tetap dipertahankan. Saya sudah ke Xiong An sebelum ke IKN.
Pukul 20.00 saya mendarat di Changsha –ini kali ketiga saya ke ibu kota Hunan. Kali ini akan ke daerah pertanian –keesokan harinya. Yakni ke pusat riset benih padi yang namanya sudah terkenal di seluruh dunia: Long Ping.
Anda sudah tahu: ada penemu benih padi bernama Yuan Longping. Kelak ia jadi profesor. Juga terpilih sebagai salah satu ilmuwan terpenting Tiongkok.
Berkat penemuannya itu Tiongkok terhindar dari ancaman kekurangan pangan. Tanpa itu Tiongkok bisa dilanda kelaparan.
Maka Longping pun dinominasikan sebagai calon penerima hadiah Nobel. Tiap tahun usulan diajukan. Tidak pernah terpilih. Pun sampai Longping meninggal dunia tahun 2021 di usia 81 tahun.
Tiongkok menetapkan Longping menjadi ilmuwan luar biasa. Sampai hari ini baru ada sembilan ilmuwan Tiongkok yang mendapat penghargaan tertinggi negara seperti itu.
Lokasi riset benih padi sendiri sekitar 70 km di luar kota Changsha. Ke arah barat. Dalam perjalanan saya buka peta di HP: ingin tahu arahnya. Ternyata lokasi riset ini tidak jauh dari kota kecil bernama Yiyang.
“Yiyang di sebelah sana,” ujar salah satu ilmuwan yang menyertai saya di mobil. “Kenapa Anda tanya di mana Yiyang?” tanyanya.
Saya balik bertanya: “Anda sudah nonton film Wo Bu Shi Yao Sheng?”
“Sudah. Semua orang pernah nonton film itu,” katanya. “Apa hubungannya dengan Yiyang?” tanyanya.
“Bukankah yang sakit leukemia sampai menyelundupkan obat murah dari India itu orang Yiyang?” jawab saya (baca Disway 8 September 2025: Hasil Demo).
Obrolan soal film itu membuat perjalanan ke pusat riset tidak terasa jauh. Revolusi harga obat murah di Tiongkok dimulai dari Yiyang –setelah rakyat berdemo akibat mahalnya harga obat.
Kami pun tiba di tujuan. Sawah yang dijadikan pusat riset ini di dataran rendah. Sawahnya rata. Luasnya 100 hektare. Hamparan padinya lagi menguning –hampir siap panen. Berbagai jenis benih dicoba di situ: ratusan jenis. Diteliti. Seberapa banyak hasilnya. Berapa hari jarak tanam sampai bisa panen. Seberapa kuat batangnya terhadap tiupan angin. Terhadap hama wereng. Terhadap perubahan cuaca. Terhadap jumlah air. Terhadap apa saja.
Tengah hari di sawah teriknya luar biasa. Suhu musim panas Hunan belum beranjak turun –meski di Beijing sudah mulai sejuk. Matahari Hunan masih terasa rendah: suhu udara di sawah itu 38 derajat. Saya pun diberi caping tani a-la Hunan. Caping yang terbuat dari batang padi –saya bawa pulang untuk kenangan: akan saya pajang di sebelah caping petani Mojokerto.
Pusat riset ini milik perusahaan. Milik PT Long Ping –diambil dari nama Yuan Longping. Yakni perusahaan yang berbisnis di bidang perbenihan. Prof Longping sebagai penemu benih unggulnya, mendapat saham lima persen di perusahaan itu.
Setelah Long Ping go public, nilai saham lima persen itu sudah triliunan rupiah.
Dari sawah kami kembali ke Changsha –ke kantor pusat perusahaan itu. Gedung Long Ping punya lobi besar. Di salah satu dindingnya foto Longping dipajang setinggi dan selebar dinding. Hitam putih. Di dinding lain dipajang layar digital yang besar sekali: Longping bersama Presiden Xi Jinping. Yakni saat Longping mendapat medali ”ilmuwan tertinggi Tiongkok”.
Lobi itu dipenuhi display perjalanan Long Ping sampai menjadi seperti sekarang. Banyak rombongan dari luar negeri studi banding ke Long Ping. Saat saya di lobi, serombongan dari Uganda tiba. Sekitar 20 orang.
Di Tiongkok ilmu benih melahirkan perusahaan raksasa. Ilmuwan yang puluhan tahun bergelut lumpur di sawah bisa menjadi triliuner. (Baca Juga soal Longping: Andreas Longping).
Longping tentu tidak hafal doa sapujagat. Tapi ia selamat dunia akhirat. Di dunia ia jadi kaya. Di akhirat pahala menghindarkan ratusan juta orang dari kelaparan mestinya membuatnya masuk surga.
Apalagi Longping tidak bisa bahasa Arab. Ia tinggal geleng kepala ketika ditanya: man robbuka! (Dahlan Iskan)
Bagikan
Artikel Terkait
Cekikan Ekonomi
Catatan Dahlan Iskan

Cekikan Ekonomi

Oleh: Dahlan Iskan Kualitas ”Rujak Purbaya” kian baik. Kian bermutu. Menkeu Purbaya...

Judi Ferry
Catatan Dahlan Iskan

Judi Ferry

Oleh: Dahlan Iskan Waktu sudah hilang satu tahun. Hampir tidak terasa. Berarti...

Rujak Purbaya
Catatan Dahlan Iskan

Rujak Purbaya

Oleh: Dahlan Iskan Di zaman serba cicilan ini reshuffle kabinet pun dicicil....

Obat Gelembuk
Catatan Dahlan Iskan

Obat Gelembuk

Oleh: Dahlan Iskan Bagaimana India bisa punya obat kanker –dan obat lainnya–...