finnews.id – China kembali mengirimkan sinyal keras ke Amerika Serikat di tengah panasnya isu perdagangan global. Kamu penasaran bagaimana sikap Beijing terhadap ancaman tarif baru yang digaungkan Presiden Donald Trump? Yuk, simak selengkapnya!
China memperingatkan pemerintahan Trump agar tidak kembali memicu ketegangan dagang dengan menghidupkan tarif atas barang-barang Tiongkok mulai bulan depan. Seperti dilansir Reuters pada Selasa, 8 Juli 2025, China juga mengancam akan membalas negara-negara yang memilih bersepakat dengan AS demi menyingkirkan China dari rantai pasokan global.
China Minta AS Hentikan Intimidasi Perdagangan
Sejak Juni lalu, Washington dan Beijing sudah menyepakati kerangka kerja perdagangan baru yang sempat meredakan ketegangan. Namun, detil kesepakatan masih samar. Para pelaku pasar pun terus mengawasi apakah gencatan senjata ini bisa bertahan lama.
Presiden Trump bahkan mulai mengirim surat ke sejumlah mitra dagang tentang kemungkinan kenaikan tarif AS per 1 Agustus 2025. Sebelumnya, Trump menunda sebagian besar tarif sejak April untuk memberi waktu negosiasi dengan negara mitra.
China yang sempat menjadi sasaran tarif lebih dari 100 persen, kini hanya punya waktu hingga 12 Agustus untuk mencapai kesepakatan dengan AS. Jika tidak, Trump mengancam memberlakukan kembali pembatasan impor yang sempat diterapkan pada April dan Mei lalu.
“Dialog dan kerja sama adalah satu-satunya jalan yang benar,” tulis People’s Daily, media resmi Partai Komunis China, dalam editorialnya yang diberi label Zhong Sheng atau Suara China. Beijing pun menilai kebijakan tarif Trump hanyalah bentuk intimidasi.
China Tak Akan Tinggal Diam
Dalam editorial tersebut, China juga menyatakan bakal mempertahankan prinsip demi melindungi hak dan kepentingannya. Jika Trump tetap bersikukuh dengan apa yang disebut People’s Daily sebagai “batas waktu akhir,” maka perang tarif babak baru bisa saja terjadi.
Data Peterson Institute for International Economics mencatat rata-rata tarif AS terhadap ekspor China kini mencapai 51,1 persen, sedangkan bea masuk China atas produk AS berada di level 32,6 persen. Kedua negara sama-sama masih menanggung tarif tinggi di sebagian besar produk dagang mereka.