finnews.id – Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam kekerasan seksual yang dilakukan oleh predator seksual berinisial S (21 tahun) di Jepara, Jawa Tengah.
Terlebih, pria yang kini berstatus tersangka tersebut melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual kepada sebanyak 31 korban berusia di bawah umur.
“S (pelaku), dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan tuntutan hukumannya harus diperberat/ditambah 1 per 3 dari pidana yang dilakukan,” tegas komisioner Komnas Perempuan 2025-2030 Dahlia Madanih kepada fin.co.id, 1 April 2025.
Mengingat, tindakan S telah memenuhi empat unsur dalam Pasal 15 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di antaranya dilakukan lebih dari 1 kali kepada lebih dari 1 korban, dilakukan terhadap anak, dan menggunakan sarana elektronik.
Tak hanya itu, unsur berikutnya apabila korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau menular (misalnya dari informasi kepolisian, ada korban yang berniat bunuh diri).
“Menyimak tindak-tindak pidana yang dilakukan pelaku: melakukan sejumlah jenis pidana kekerasan seksual (ekploitasi, perkosaan, KSBE), maka penyidik dan penyelidik dapat menggunakan pidana yang bersifat kumulatif (delik pidana yang beragam),” paparnya.
Tindakan yang mencakup lebih dari satu tindakan pidana kekerasans eksual, seperti eksploitasi seksual (Pasal 12 UU TPKS), maka hukumannya 15 tahun dan/atau denda Rp1 miliar, jika diperberat 1 per 3.
Kemudian pidana perkosaan terhadap korban, termasuk kekerasan yang menggunakan sarana elektronik (KSBE), Pasal 14 ayat (2) UU TPKS mengatur hukuman kepada pelaku selama 6 tahun penjara dan/atau denda Rp300 juta.
Dalam hal ini, pelaku harus ditambah 1 per 3 dari hukumannya menjadi 8 tahun.
“Langkah-langkah penanganan dalam tindak pidana kekerasan seksual penting dilakukan secara komprehensif yang bukan hanya fokus terhadap pelaku,” tandasnya.
Tak kalah penting adalah pelindungan dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, serta diakses oleh korban.
“Seluruh proses hukum yang digunakan harus mengacu pada hukum acara di TPKS guna memberikan layanan perlindungan dan pemulihan secara komprehensif dan terpadu yang diberikan terhadap para korban,” tutur Dahlia.
Langkah pencegahan turut menjadi kunci penting melalui edukasi, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Tak hanya itu, kasus ini harus menjadi peringatan keras semua elemen pemerintah daerah, termasuk dinas terkait, serta masyarakat hingga keluarga agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Pemerintah daerah harus segera melakukan langkah-langkah pencegahan yang massif dan komprehensif untuk mencegah keberulangan,” tegasnya.