finnews.id – Warga Kota Tangerang Selatan merespon baik dengan ditetapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Wahyunoto Lukman sebagai tersangka kedua kasus korupsi pengelolaan sampah dengan nilai proyek Rp75,9 miliar.
Wahyunoto Lukman menjadi tersangka setelah sebelumnya Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Syukron Yuliadi Mufti ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Terpantau di akun Instagram @tangsel.life yang terverifikasi dengan pengikut 500 ribuan, netizen akui tidak kaget dengan penetapan tersangka tersebut.
Sebab, mobil angkutan sampa milik Pemerintah Kota Tangerang yang beroperasi selama ini dinilai tak layak pakai.
“Pantas mobil kebersihan jelek banget” tulis salah satu akun warga Tangsel.
“Pantes mobil rongsok bener” timpal akun lainya.
“Ternyata ini sebab mobil angkut sama tidak layak pakai, tenaga kebersihan yang minim, dan sampah yang masih berjejeran di sepanjang jalan Pacuang Kuda Pamulang – Ciputat, kenapa sih tikus rakus?” tulis warganet lain.
Netizen juga mengeluh terkait sampah yang berserakan di pasar Ciputat yang tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Kota
“Lihat aja di pasar ciputat, sampah di tengah jalan” kata netizen.
Netizen lain akui bahwa bukan saja di pasar-pasar, di perumahan elit pun sampah bertumpuk dan tak terurus.
“Pak saya warga Tangsel di Peru Vila Pamulang Mas. Tapi sampah numpuk seperti gunung, kalau musim hujanx jadi bau ke mana-mana” tulis netizen lainnya.
Nama Wali Kota Tangerang Selatan Wali Benyamin Davnie juga disebut-sebut oleh netizen.
Benyamin Davnie sebagai Wali Kota dianggap lalai mengawasi anak buahnya. Apalagi Benyamin telah menjabat selama 2 periode namun tidak ada gebrakan baru dalam pengelolaan sampah di Tangsel.
“Gue yakin dia ga main sendiri. Apakah Wali Kota selama ini tidak tahu, udah jalan dua periode loh ini si Benyamin” tulis salah satu netizen.
“Wali Kota nya masa ngga tahu sih, telusuri dong” timpal lainnya.
“Walikota-nya kemana? Periode kedua ini kaga bosan apa gak ada pergerakan” tulis warga net.
https://www.instagram.com/share/p/_9iS8_YiF
Wahyunoto Lukman menjadi tersangka setelah Kejaksaan Tinggi Banten melakukan penyidikan dan ditemukan fakta bahwa tersangka berperan aktif dalam menentukan titik lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria.
“Tersangka berperan secara aktif menentukan titik lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria atau ilegal, dimana lahan tersebut merupakan milik perorangan,” katanya.
Lahan tersebut tersebar di beberapa titik diantaranya yakni di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi.
Tersangka Syukron Yuliadi Mufti bersekongkol Wahyunoto Lukman sebelum penentuan pemenang penyedia proyek tersebut. PT EPP juga tidak melaksanakan satu item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak.
“SYM (Syukron Yuliadi Mufti) bersekongkol dengan saudara WL (Wahyunoto Lukman) untuk mengurusi klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia,” katanya.
Klasifikasi baku lapangan itu diperlukan agar PT EPP memiliki dasar untuk melakukan pekerjaan pengelolaan dan pengangkutan sampah.
Penyidik juga menemukan fakta bahwa ada persekongkolan pembentukan CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR). Pembentukan BSIR melibatkan Agus Syamsudin selaku direktur, Syukron, dan Wahyunoto.
Dalam prakteknya, PT EPP tidak mengerjakan kontrak pekerjaan, justru perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengangkutan sampah yaitu CV BSIR, PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, dan PT SKS.
“PT EPP telah menerima pembayaran pengangkutan dan pengelolaan sampah sebesar Rp75,9 miliar,” ujarnya.
Atas perbuatannya tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Selanjutnya tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Pandeglang selama 20 hari kedepan. Untuk sementara tim masih melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana tersebut,” katanya.*