finnews.id – Pangeran Harry kembali menjadi sorotan setelah resmi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi London pada Selasa (8/4). Kali ini, ia berusaha memulihkan hak perlindungan keamanan yang sempat ia dan keluarganya nikmati selama tinggal di Inggris. Namun, sejak Februari 2020, fasilitas tersebut dicabut, membuatnya merasa tidak aman—terutama jika harus kembali ke tanah kelahirannya.
Perlakuan Tidak Adil dan Kekhawatiran Keselamatan
Dalam sidang yang berlangsung selama dua hari, tim pengacara Pangeran Harry menyatakan bahwa kliennya di perlakukan secara tidak adil di bandingkan anggota kerajaan lainnya. Mereka menegaskan bahwa pencabutan pengawalan resmi itu melanggar hukum dan berpotensi membahayakan keselamatan Harry serta keluarganya.
“Tanpa perlindungan yang memadai, Pangeran Harry, Meghan Markle, dan kedua anak mereka rentan terhadap risiko keamanan jika kembali ke Inggris,” ungkap salah satu kuasa hukumnya. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Harry bahkan pernah mencoba menyewa polisi bersenjata secara mandiri, namun permintaannya di tolak.
Dampak bagi Reputasi Kerajaan Inggris
Tak hanya soal keamanan pribadi, Pangeran Harry juga memperingatkan risiko besar bagi reputasi Inggris jika ia atau keluarganya menjadi korban serangan akibat kurangnya pengawalan. Pasalnya, sebagai anggota keluarga kerajaan—meski sudah tidak menjalankan tugas resmi—ia tetap menjadi figur publik yang kerap menjadi sasaran.
Meski datang ke London untuk menghadiri persidangan, Harry ternyata tidak menemui ayahnya, Raja Charles III. Hal ini memicu spekulasi mengenai hubungan mereka yang masih renggang.
Apa yang Selanjutnya Akan Terjadi?
Kasus ini menjadi ujian penting bagi hubungan Harry dengan institusi kerajaan. Jika bandingnya dikabulkan, bukan tidak mungkin aturan perlindungan untuk mantan anggota kerajaan akan di revisi. Namun, jika di tolak, Harry harus mencari solusi lain untuk memastikan keamanan keluarganya di Inggris.
Bagaimanapun, tuntutan Pangeran Harry ini membuka kembali diskusi tentang sejauh mana tanggung jawab kerajaan terhadap mantan anggotanya—terutama yang masih memiliki eksposur tinggi di mata publik.