finnews.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memberikan peringatan dini terkait musim kemarau tahun 2025. Plt. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus 2025. Namun, awal musim kemarau di berbagai wilayah Indonesia tidak seragam, ada yang sama dengan kondisi normal, ada pula yang lebih lambat atau lebih cepat.
Awal Musim Kemarau: Ada yang Mundur, Ada yang Maju
Berdasarkan analisis BMKG, awal musim kemarau 2025 terbagi menjadi tiga kategori:
- Sama dengan normal (30% Zona Musim/ZOM) – meliputi Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku, dan Maluku Utara.
- Mundur (29% ZOM) – terjadi di Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, sebagian Maluku Utara, dan Merauke.
- Maju (22% ZOM) – di alami oleh beberapa wilayah lain yang belum di sebutkan.
Artinya, tidak semua daerah mengalami kemarau bersamaan. Beberapa wilayah justru akan merasakan kemarau lebih lambat di banding tahun-tahun sebelumnya.
Sifat Musim Kemarau 2025: Normal hingga Lebih Kering
BMKG memprediksi musim kemarau tahun ini di dominasi oleh kondisi normal (60% ZOM), terutama di Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Namun, ada juga wilayah yang di prediksi lebih kering (bawah normal, 14% ZOM), seperti Sumatera bagian utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua selatan.
Sementara itu, beberapa daerah justru berpeluang mengalami musim kemarau lebih basah (atas normal, 26% ZOM), seperti Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTB, NTT, dan Papua bagian tengah.
Tidak Ada Pengaruh El Niño atau La Niña, Kondisi Cenderung Stabil
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa tahun ini tidak ada pengaruh signifikan dari fenomena El Niño, La Niña, atau Indian Ocean Dipole (IOD). Artinya, musim kemarau 2025 cenderung mirip dengan tahun 2024—tidak seekstrem 2023 yang memicu banyak kebakaran hutan.
Meski begitu, BMKG mengingatkan bahwa “normal” bukan berarti tidak ada hujan sama sekali. Beberapa wilayah masih berpeluang mendapatkan curah hujan lebih tinggi dari biasanya.
Imbauan BMKG untuk Antisipasi Dampak Musim Kemarau
Dwikorita Karnawati memberikan sejumlah rekomendasi untuk berbagai sektor:
- Pertanian: Menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas tahan kekeringan, dan mengoptimalkan pengelolaan air.
- Kebencanaan: Meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di daerah dengan curah hujan rendah.
- Lingkungan: Memantau kualitas udara di kota besar dan wilayah rawan karhutla.
- Energi & Sumber Daya Air: Menghemat penggunaan air untuk PLTA, irigasi, dan kebutuhan harian, terutama di daerah yang di prediksi lebih kering.
Kesimpulan
Prediksi BMKG menjadi panduan penting bagi pemerintah, petani, dan masyarakat untuk menyiapkan strategi menghadapi musim kemarau 2025. Dengan memahami pola iklim yang diproyeksikan, di harapkan dampak negatif seperti kekeringan dan kebakaran hutan dapat di minimalisir.
“Informasi dari BMKG ini harus jadi acuan dalam mengambil langkah antisipasi,” tegas Dwikorita. Dengan persiapan matang, musim kemarau tahun ini bisa di lalui tanpa gangguan berarti.