Tapi Bonar Simatupang menjadi panglima perang menggantikan tokoh yang Anda sudah amat kenal: Jenderal Sudirman, yang meninggal dunia di tahun itu: 1950.
Simatupang sendiri menjadi tentara karena ”dendam”. Yakni dendam pada gurunya di AMS, di Batavia: Meneer Haantjes.
Sang meneer mengatakan: Indonesia tidak mungkin merdeka. Itu karena orang Indonesia tidak mungkin bersatu. Perbedaan antar golongannya sangat tajam. Orang Indonesia juga tidak mungkin jadi tentara yang baik. Postur tubuh mereka terlalu kecil dan lemah.
Maka begitu tamat AMS, Simatupang masuk akademi militer Belanda di Bandung: KMA, Koninlijke Militaire Academie. Itu juga berbau takdir. Sebelum itu tidak ada KMA di Bandung. Adanya di Breda, negeri Belanda. Tapi Nazi Jerman menyerang Belanda. Belanda kalah. KMA yang ada di Breda ditutup. Dipindah ke Bandung.
Simatupang lulus dari KMA dengan mahkota perak –mungkin bisa emas kalau saja ia berkulit putih. ”Dendam”-nya pada meneer gurunya terbalaskan. Mitos lama Belanda ia tumbangkan.
Di KMA itulah Simatupang satu angkatan dengan Abdul Haris Nasution. Juga dengan Kawilarang. Inilah trio militer intelektual di Indonesia masa itu –yang kelak akan berbenturan dengan tentara yang berlatar belakang ‘akademi’ lapangan. Yakni mereka yang matang di medan gerilya seperti tentara PETA –salah satunya Jendral Soeharto.
Tiga bintang itu juga dikenal sebagai ‘anti Sukarno’. Sukarno dianggap cenderung ke kiri. Apalagi ketika Sukarno ingin mencopot Jendral Nasution –akibat campur tangan politik. Tahun itu TNI sampai unjuk senjata: menghadapkan moncong tank-tank angkatan darat ke istana.
Simatupang, sebagai panglima, bertekad tidak akan menerima bila profesionalisme militer dicampuri politik. Trio itu marah karena Bung Karno akan mengganti Nasution hanya atas desakan seorang komandan batalyon –itu dinilai akan merusak profesionalisme militer.
Akhirnya Simatupang dipensiun. Usianya masih 39 tahun. Pangkatnya, saat itu letnan jenderal –bintang tiga.
Hari ini setelah ikut perayaan Natal di keluarga Vickner Sinaga, saya ingin ke kampung Jenderal Simatupang –yang menamatkan sekolah rendah di Sidikalang. Saya ingin tahu: seberapa orang Dairi bangga dan terinspirasi oleh kebesaran dan integritas nama T.B. Simatupang.