Mungkin pabrik-pabrik itu akan berjasa mempertahankan lingkungan alam Sulut dan Banggai. Tapi siapa yang akan mempertahankan hutan-hutan di gunung-gunung itu? Sepanjang Poso, sampai Banggai, hutannya begitu perawan. Saking perawannya teroris pun pilih hutan itu sebagai pertahanan terakhirnya: baru bisa ditumpas habis lima tahun lalu.
Zaman dulu, wilayah ini masuk kerajaan Banggai. Mulai dari Poso sampai pulau-pulau di seberang Luwuk. Di utara pulau-pulau itu berdiri kerajaan Ternate yang kuat.
Banggai bisa bikin bangga: lingkungannya terjaga. Bahkan sungai di dalam kota Luwuk pun mengalir ke laut dalam keadaan jernih. Bening. Padahal ini musim hujan. Air hujan biasanya membawa lumpur dari gunung. Warna cokelat. Keruh.
Boleh dipastikan di antara sungai yang melintas di dalam kota, sungai di kota Luwuk-lah terjernih di Indonesia.
Menjelang senja itu, 19 Desember lalu, saya jalan-jalan di pantainya: pantai Lalong. Pantai yang berbentuk teluk. Teluknya hampir melingkar menyerupai huruf O yang belum selesai ditulis. Salah satu sungai itu bermuara di Lalong. Saya jenguk muaranya: jernih sekali. Sampah pun tidak terlihat.
Ada masjid besar di pantai itu. Saya magriban di situ. Halamannya luas. Menghadap pantai. Sayangnya halaman itu dipasangi keramik. Putih. Mengilap. Silau di siang hari. Licin di kala hujan. Keramik ini sangat tidak cocok dengan lingkungan pantai yang indah. Bahkan tidak cocok dengan keindahan masjidnya.
Dari pantai Luwuk saya memandang senja ke gunung di sekelilingnya. Hijau. Utuh. Tidak terganggu nikel. Tidak terganggu sawit. Tetap perawan. Entah sampai kapan. (Dahlan Iskan)