finnews.id – Kondisi tahanan yang berafiliasi dengan Palestine Action di Inggris kini memasuki fase kritis setelah beberapa dari mereka menolak makanan selama lebih dari 50 hari. Mogok makan ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perlakuan hukum yang mereka anggap tidak adil, serta menuntut transparansi dalam sistem peradilan. Keluarga dan pendukung para tahanan kini mendesak pemerintah Inggris untuk segera turun tangan sebelum situasi semakin memburuk.
Desakan Keluarga kepada Pemerintah
Keluarga tahanan telah mengirim surat resmi kepada David Lammy, meminta pertemuan darurat untuk membahas kondisi para mogok makan. Pengacara mereka menekankan bahwa dengan menolak pertemuan, Kementerian Kehakiman Inggris dinilai melanggar kebijakan internal terkait penanganan tahanan yang mogok makan. Shahmina Alam, saudara salah satu tahanan, menyatakan, “Masih ada kesempatan untuk bertindak lebih baik, untuk warga Inggris, dengan mendukung tahanan yang mempertaruhkan nyawa mereka demi integritas sistem peradilan.”
Kondisi Tahanan di Rumah Sakit
Beberapa tahanan sudah dirawat di rumah sakit karena kondisi yang memburuk. Qesser Zuhrah (20) dan Amu Gib (30) telah menolak makanan selama 51 hari, sementara Kamran Ahmed (28) kini berada pada hari ke-43. Untuk Ahmed, ini adalah kali ketiga ia dirawat di rumah sakit. Keluarga menegaskan bahwa mereka kesulitan mendapatkan informasi tentang kondisi para tahanan, menimbulkan kecemasan besar. Ella Moulsdale, teman dekat Zuhrah, mengungkapkan kekhawatirannya: “Bayangkan seseorang yang Anda cintai dan Anda tidak tahu apakah mereka masih hidup atau menerima perawatan medis.”
Tanggapan Pemerintah
Kementerian Kehakiman Inggris menolak klaim pelanggaran kebijakan dan menyatakan fokusnya adalah agar tahanan menerima dukungan medis dan kembali pulih. Mereka menegaskan tidak ingin menciptakan preseden yang mendorong tahanan lain melakukan mogok makan. Meski begitu, pemerintah menyadari risiko serius terhadap kesehatan para tahanan dan telah diminta memberikan pembaruan rutin mengenai kondisi mereka.