Catatan Dahlan Iskan

Puisi Ayah

Bagikan
Puisi Ayah
Puisi Ayah
Bagikan

Papa mungkin tidak selalu bisa memberi apa yang kau inginkan,

tapi papa tidak pernah rela kau menangis sendirian…

Biarkan air mata itu jatuh di pelukan yang dulu membawamu tidur…pelukan yang diam-diam takut kehilanganmu…

Sekarang tangan lain yang akan menggenggam tanganmu…membawamu berjalan lebih jauh dari rumah kita…

Papa akan mengangguk, tersenyum,

dan diam-diam mengemas sesak di dada…seperti baju lama yang tak pernah ingin dilipat…

Saat ini ada laki-laki yang mencintaimu…tapi biarkan papa memahamkan dia…bahwa pernah ada cinta untukmu yang tak mampu ia lampaui…

Reski…meski dunia nanti mengikat waktumu…

Ingatlah…hati papa akan selalu menjadi tempat kembalimu seletih apa pun…

Selalu ada ruang kosong di hati papa…

Ada pintu yang tidak pernah dikunci…karena kaulah kuncinya..

Jendela rumah kecil kita selalu tersenyum…untuk setiap langkahmu yang ingin pulang…

untuk setiap rindu yang kau lantunkan dalam doa…

Reski…bagaimana pun kau pergi…hati papa tidak pernah benar-benar melepaskan…hanya belajar menyembunyikan rindu

dalam kata yang paling sederhana…“Hati-hati ya, Nak.”

“Berjalanlah dengan nafasku dan keridhaanNya”.

***

Begitu lulus fakultas teknik (sipil) Universitas Hadanuddin Makassar, sang ayah, Adrin, diterima sebagai pegawai negeri. Yakni di Kementerian Pekerjaan Umum.

Adrin tidak mau jadi pegawai negeri. Ia pilih ikut proyek-proyek swasta. Spesialisasinya adalah irigasi pertanian dan pengukuran tanah.

Ia tidak pernah mau naik jabatan. Tetap ingin di lapangan. Pun walau harus sampai ke pulau We di Sabang dan Merauke. Waktu bandara Digul di pedalaman Papua dibangun ia berbulan-bulan di sana.

Pekerjaan terakhirnya adalah pengukuran tanah untuk bandara Luwuk. Lalu pensiun. Ia membeli tanah di desa. Bukan di kota. Yakni di desa Bunga, setengah jam dari kota Luwuk. Ia bangun sendiri rumah di situ –untuk mencukup-cukupkan uangnya.

Rumah itu terlalu sederhana, terutama ukurannya. Saat diadakan acara adat mappacci di rumah itu, orang berjejal. Ruang tamu tempat acara itu hanya cukup untuk delapan orang. Berjejal. Saya sampai sulit untuk memotret.

Bagikan
Artikel Terkait
Catatan Dahlan Iskan

Anwar Ali

Tiba di kecamatan Wosu, suami Mega menunjuk satu rumah bagus di pinggir...

Catatan Dahlan Iskan

Sawit Atas

Sesaat kemudian kami pun sudah masuk mobil Arif: Wuling. Saya akan ikut...

Catatan Dahlan Iskan

Gula Semut  

Semua itu untuk menjaga kemurnian organiknya. Termasuk Tuti punya data amat detail:...

Catatan Dahlan Iskan

Dua Satu

Gus Ipul juga tidak tampak ingin kembali menjadi sekjen. Saat rapat pleno...